Langsung ke konten utama

HAKIKAT, CIRI DAN KOMPONEN BELAJAR MENGAJAR

Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan, gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan anak didik. Gruu yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Disana semua komponen pengajaran diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.
Sebagai guru sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan kondiis belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak didik ketujuannya. Disini tentu aja tugas guru berusaha menciptakan suasana belajar yang menggairahkan dan menyenangkan bagi semua anak didik. suasana belajar yang tidak menggairahkan dan menyenangkan bagi semua anak didik biasanya lebih banyak mendatangkan kegiatan belajar mengajar yang kurang harmonis. Anak didik gelisah duduk berlama-lama dikursi mereka masing-masing. Kondisi ini tentu menjadi kendala yang serius bagi tercapainya tujuan pengajaran.
Sebagai kegiatan yang bernilai edukatif, belajar mengajar mempunyai hakikat, ciri dan komponen. Ketiga aspek ini perlu betul guru ketahui dan pahami guna menunjang tugas dimedan pengabdian . ketiga aspek ini diuraikan pada pembahasan berikut:
A.     Hakikat Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi fikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karenan anak didik tidak merasakan perubahan didalam dirinya. Padahal belajar pada hakkikatnya adalah "perubahan" yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakkukan aktivitas belajar. Walaupun pada kenyatannnya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya.
Kegiatan mengajar bagi seorang guru menghendaki hadirnya sejumlah anak didik. Berbeda dengan belajar, belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru. Cukup banyak aktivitas yang dilakukan oleh sesseorang di luar dari keterlibatan guru. Belajar dirumah cenderung menyendiri dan terlalu banyak mengharapkan bantuan dari orang lain.apalagi aktifitas belajar itu berkenaan dengan kegiatan membaca sebuah buku tertentu.
Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak ada anak didik atau objek didik siapa yang diajar. Hal ini perlu sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah dan menyatu didalam konsep pengajaran.
Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah dwi tunggal dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan anak didik.
Biasanya permasalahan yang guru hadapi ketika berhadapan dengan sejumlah anak didik adalah masalah pengelolaan kelas. Apa, siapa, bagaimana, kapan dan dimana adalah serentetan pertanyaan yang perlu dijawab dalam hubungannya dengan masalah pengelolaan kelas. Peranana guru itu paling tidak berusaha mengatur suasana kelas yang kondusif bagi kegairahan dan kesenangan belajar anak didik. Setiap kali guru masuk kelas dituntut untuk mengelola kelas hingga berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Jadi, masalah pengaturan kelas ini tidak akan pernah sepi dari kegiatan guru. Semua kegiatan guru lakukan tidak lain demi kepentingan anak didik, demi keberhasilan belajar anak didik.
Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adlah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi, lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap beriktunya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakkukan proses belajar (Nana Sudjana, 1991:29).
Peranan guru sebagai pembimbing, bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencerna bahan, ada anak didik yang sedang mencerna bahan, ada pula anak didik yang lamban mencena bahan yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru mengatur strateti pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah "perubahan", maka hakikat balajar mengajar adalah proses "pengaturan" yang dilakukan oleh guru.
B.     Ciri-Ciri Belajar Mengajar
Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu, yakni menurut edi suardi sebagai berikut :
1.       Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksudkan kegiatan belajar mengajar itu sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian. Anak didik mempunyai tujuan, unsur  lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
2.       Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada tujuanb secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosedur, atau langkah-langkah sistematik dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula, sebai contoh misalnya tujuan pembelajaran agar anak didik dapat menunjukkan letak kota New York tentu kegiatannya tidak cocok kalau anak didik disuruh membaca dalam hati dan begitu seterusnya.
3.       Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu daam hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen yang lain, apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi harus sudah didesain dan disipakan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar mngajar.
4.       Ditandai dengan aktivitas anak didik.
Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan balajar mengajar. Aktivitas anak didik dalam hal ini, baik secara fisik maupun secxara mental, aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA.jadi, tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar kalau anak didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakkukannya.
5.       Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
Dalam peranannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi  proses belajar mengajar, sehingga guru akan merupakan tokoh yang dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru (akan lebih baik bersama anak didik) sebagai designer akan memimpin terjadinya interaksi.
6.       Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin.
Disiplin dalam kegiatan belajar mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yanmg diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun anak didik dengan sadar. Mekanisme konkret dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib itu akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jadi, langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.
7.       Ada batas waktu.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam  sistem berkelas (kelompok anak didik), batas dan waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan dan tujuan itu sudah harus tercapai.
8.       Evaluasi.
Dari seluruh kegiatan di kelas, maslah evaluasi bagian penting yang tidak bisa diabaikan, setelah gruu melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Evaluasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yag telah ditentukan.

C.     Komponen-Komponen Belajar Mengajar
Sebagai suatu sistem tentu saja ketiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber serta evaluasi penjelasan dari setiap komponen tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa.
Sebagai unsur penting untuk suatu kegiatan, maka dalam kegiatan apapun tujuan tidak bisa diabaikan. Demikian juga halnya dalam kegiatran belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang dicapai dalam kegiatannya. Kegiatan belajar mengajar tidak bisa dibawa sesuka hati, kecuali untu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif. Dengan perkataan lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di sekolah maupun diluar sekolah.
Tujuan mempunyai jenjang dari yang luas dan umum sampai kepada yang sempit/ khusus. Semua tujuan itu berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, dan tujuan dibawahnya menunjang tujuan di atasanya, bila tujuan terendah tidak tercapai,  maka tujuan di atasnya juga tidak tercapai, sebagai rumusan tujuan terendah biasanya menjadikan tujuan di atasnya sebagai pedoman. Ini berarti bahwa dalam merumuskan tujuan harus benar-benare memperhatikan kesinambungan setiap jenjang tujuan dalam pendidikan dan pengajaran.
Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber dan alat evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefiisien mungkin. Bila salah satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ny. Dr. Roestiyah, N.K. (1989:44) mengatakan bahwa suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) murid-murid yang kita harapkan setelah mereka mempelajari vahan pelajaran yang kita ajarkan. Suatu tujuan pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita harapkan dari pengjaran itu dan bukan sekedar suatu proses dari pengajaran itu sendiri.
Akhirnya, guru tidak bisa mengabaikan masalah perumusan tujuan bila ingin memprogramkan pengajaran.
  1. Bahan pelajaran
Bahan pelajaran adalah subtansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajarn pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam belajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terleplada dari disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus di sesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik.
Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang di sebut sebagai sumber belajar (pengajaran) ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran. (Sudirman, N.K.,1991:203). Bahan pelajaran menurut Dr. Suharsimi Arikunto (1990) merupakan unsur inti yang ada dalam kegiatan belajar mengajar, karena memeang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik, karena itu guru khususnya atau pengembang kurikulum umumnya, tidak boleh lupa harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan yang topiknya tertera dalam silabi berkaitan dengan kebutuhan anak didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan tertentu pula. Minat anak didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhan anak didik. Maslow berkeyakinan bahwa minat seseoirang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan kebutuhannya. (Sadirman, A.M., 1988:81). Jadi, bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuahan anak didik akan memotivasi anak didik dalam jangka waktu tertentu.
Biasanya aktivitas anak didik akan berkurang baik bahan pelajaranyag guru berikan tidak atau kurang menarik perhatiannnya, disebabkan cara mengajar yang mengabaikan prinsip-prinsip mengajar, seperti persepsi dan korelasi dan lain-lain. Guru merasa pintar denan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan bahasa dan jiwa anak didik akan lebih banyak mengalami kegagalan dalam menyuampaikan bahan pelajaran dalam proses belajar mengajar. Karena itu, lebih baik menyampaiakn sesuai dengan perkembangan bahasa anak didik dariipada menuruti kehendak pribadi. Ini perlu mendapat perhatian serius, agar anak didik tidak kdirugikan oleh sikap dan tindakan dguru yang keliru.
Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pengajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses belajar mengajar yang akan disampaikan kepada anak didik.
  1. Kegiatan belajar mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, kegiatan belajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah  interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu anak didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator. Inilah sistem pengajaran yang dikehendaki dalam pengjaran dengan pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dalam pendidikan modern. Kegiatan belajar mengajar pendekatan CBSA menghendakik aktivitas anak didik seoptimal mungkin. Keaktifan anak didik menyangkut kegiatan fisik dan mental. Aktiviitas anak didik bukan hanya secara individual, tetapi juga dalam kolompok sosial. Aktivitas anak didik dalam kelompok sosial akan membuahkan interaksi dalam kelompok. Interaksi dikatakan maksimal bila interaksi itu terjadi antara guru dengan semua anak didik, antara anak dengan guru, dan antara anak didik dengan anak didik dalam rangka bersama-sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual dan psikologis. Kerangka berfikir demikain dimaksudan agar guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik secara individual. Anak didik sebagai individu memiliki perbedaan dalam hal sebagaiman disebutkan di atas. Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut akan merapatkan hubunganguru dengan anak didik, sehingga memudahkan dmelakkukan pendekatan mastery learning dalam mengajar. Mastery learning adlah salah satu strategi belajar mengajar pendekatan individual (Drs. Muhamamad Ali, 1992:94). Masteri learning adlah kegiatan yang meliputi dua kegaiatan, yaitu program pengayaan dan program perbaikan (Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, 1988:31). Dalam kegiatan belajar mengajar, guru akan menemuai bahwa anak didiknya sebagaian ada yang dapat menguasai bahan pelajaran secara tuntas dan ada pula anak didik yang kurang menguasai bahan pelajaran secara tuntas (mastery). Kenyataan tersebut merupakan persolan yang perlu di atasi dengan segera dan mastery learning-lah sebagai jawabannya.
Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar yang bagaimanapun, juga ditentukan dari baik atau tidaknya program pengajaran yang telah dilakukan dan akan berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai.
  1. Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang  telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan pngggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak megnuasai satupun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan (Syaiful Bahri Djamarah, 1991:72).
Dalam belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian anak didik. Tetapi juga penggunaan metode yang bervariasi tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi psikologis anak didik. Oleh karena itu, disnilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat (tentang mengajar). Oleh karena itu, pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan bila guru mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya. Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M.Sc., M.Ed., mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut :
a.             Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya
b.             Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya
c.             Situasi yang berbagai-bagai keadaannya
d.            Fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya
e.             Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
  1. Alat dan sumber
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalams rangka mencapai tujuan pengajarannya. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunkana dalalm mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan (Dr. Ahmad D. Marimba, 1989:51).
Alat dapat dibagi  menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu pengajaran. Yang dimaksud dengan alat dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan dan sebagainya. Sedangkan alat bantu pengajaran adalah berupa globe, papan tulis, batu kapur, gambar, diagram, slide, video dan sebagainya. Ahli lain membagi alat pendidikan dan pengajaran menjadi alat material  dan non material.
Alat material termasuk alat bantu audiovisual di dalamnya. Penggunaan alat bantu audio visual  dalam proses belajar mengajar sangat di dukung oleh Dwyer (1967), salah satu tokoh aliran realisme. Aliran realisme berasumsi bahwa belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika digunkan bahan-bahan audio visual yang mendekati realitas. Menurut realisasi, makin mudah terjadi belajar. Karenanya, ada kecernderungan dari pihak guru untuk memberikan bahan pelajaran sebanyak mungkin dengan memberikan penjelasan yang mendekati realisasi kehidupan dan pengalaman anak didik.
Sebagai alat bantu dalam pendidikan dan pengajaran, alat material (audiovisual) mempunyai sifat sebagai berikut:
a.       Kemampuan untuk meningkatkan persepsi
b.       Kemampuan untuk meningkatkan pengertian
c.       Kemampuan untuk meningkatkan transper (pengalaihan) belajar
d.      Kemampuan untuk memberikan penguatan (reinforcement) atau pengetahuan hasil yang dicapai
e.       Kemampuan untuk meningkatkan retensi (ingatan).  
  1. Sumber Pengajaran
belajar mengajar telah diketahui, bukanlah berproses dalam kehampaan, tetapi berproses dalam  kemaknaan, di dalamnya ada sejumlah nilai yang di sampaikan kepada anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi terambil dari berbagai sumber guna dipakai dalam proses belajar mengajar. Jadi, dari berbagai sumberlah bahan pelajaran itu diambil.
Yang dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan belajar adalah sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang (Drs. Udin Saripudin Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata, 1991:165). Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi sipelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru (perubahan).
Sumber belajar ssesungguhnya banyak sekali terdapat dimana-mana: disekolah, dihalaman, dipusat kota, dipedesaan dan sebagainya. Pemanfaatan sumber-sumber pengajaran tersebut tergantung pada kreatifitas guru, waktu, biaya, serta kebijakan-kebijakan lainnya (Drs. Sudirman N. Dkk., 1991:203).
Untuk mendapat gambaran apa saja yang termasuk kategori sumber-sumber belajar, berikut dikemukakan pendapat-pendapat :
Ny. Roestiyah, N.K. (1989:53). Mengatakan bahwa sember-sumber belajar itu adalah:
a.       Manusia (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat)
b.       Buku/perpustakaan
c.       Mass media (majalah, surat kabar, radio, tv, dan lain-lain).
d.      Dalam lingkungan
e.       Alat pengajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, spidol dan lain-lain).
f.        Museum (tempat penyimpanan benda-benda kuno).
Drs. Sudirman N, dkk. (1991:203). Mengemukakan macam-macam sumber belajar sebagai berikut:
a.       Manusia (people).
b.       Lingkungan (setting)
c.       Alat dan perlengkapan (tool and equipment).
d.      Aktivitas (aktivities).
1.       Pengajaran program
2.       Simulasi
3.       Karyawisata
4.       System pengajaran modul
Aktivitas sebagai sumber belajar biasanya meliputi:
1.       Tujuan khusus yang harus dicapai oleh siswa
2.       Materi
3.       Aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pengajaran
Drs. Udin Saripuddin Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata (1991:165). Berpendapat bahwa terdapat sekurang-kurannya lima macam sumber belajar yaitu:
a.       Manusia (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat)
b.       Buku/perpustakaan
c.       Media massa
d.      Alam lingkungan: Alam lingkungan terbuka, Alam lingkungan sejarah atau peninggalan sejarah atau peninggalan sejarah, Alam lingkungan manusia
e.        Media pendidikan
  1. Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari Bahasa Inngris, yaitu evaluation dalam buku esssentials of educational evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W. Brwon. Dikatakan bahwa evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something. Jadi, menurut wand dan brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untu menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka menurut wayan nurkancana dan P.P.N. Sumartana, (1983:1). Evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sebagai sesuatu dalam dunia pendidiikan atau segala yang sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Berbeda dengan pendapat tersebut, Ny. Drs. Roestiyah N.K. (1989:85). Mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
Dari kegua pengertian evaluasi tersebut dapat diketahui penggunaan evaluasi. Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak menegaskan bahwa:
a.       Tujuan umum dari evaluasi adalah:
1.      Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murida dalam mencapai tujuan yang diharapkan
2.      Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat
3.      Menilai metode mengajar yang dipergunakan
b.      Tujuan khusus dari evaluasi adalah:
1.      Meransang kegiatan siswa
2.      Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan
3.      Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
4.      Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan.
5.      Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode  mengajar. (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991:189).
Dalam tujuan-tujuan yang dikemukakan tersebut, maka pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat yang sangat besar. Manfaat itu dapat ditinjau dari pelaksanaannnya dan ketika akan memprogramkan serta melaksanakan proses belajar mengajar dimasa mendatang. (H.Muhammad Ali, 1992:113).
Dari tujuan itu juga diphami bahwa pelaksanaan evaluasi dearahkan kepada evaluasi proses dan evaluasi produk (W.S. winkel, 1989:318). Evaluasi proses dimaksud, adalah suatu evaluasi yang diarahkan untuk menilai bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar yang telah dilakukan mencapai tujuan, apakah dalam proses itu ditemui kendala, dan bagaimana kerja sama setiap komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam atuan pelajaran. Evaluasi produk dimaksud, adalah suatu evaluasi yang diarahkan kepada bagaimana hasil belajar yang   telah dilakukan siswa, dan bagaimana penguasaan siswa terhadap bahan/materi pelajaran yang telaa\h guru berikan ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Ketika evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa, maka evaluasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.       Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid.
b.       Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus tidaknya seorang murid.
c.       Untuk menentukan murid didalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid.

d.      Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul (abu ahmadi dan widodo supriyono, (1991:189).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Pendidikan Multikultural

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Praktek kekerasan yang mengatasnamakan agama, dari fundamentalisme, radikalisme, hingga terorisme, akhir-akhir ini semakin marak di tanah air. Kesatuan dan persatuan bangsa saat ini sedang diuji eksistensinya. Berbagai indikator yang memperlihatkan adanya tanda-tanda perpecahan bangsa, dengan transparan mudah kita baca. Konflik di Ambon, Papua, maupun Poso. Bila kita amati, agama seharusnya dapat menjadi pendorong bagi umat manusia untuk selalu menegakkan perdamaian dan meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh umat di bumi ini. Namun, realitanya agama justru menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan kehancuran umat manusia.  Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya preventif agar masalah pertentangan agama tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang. Pada sisi yang lain, Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap pe

Apresiasi Sastra Anak

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Di era glob alisasi ini, tentunya kita tahu bahwa teknologi berkembang dengan pesat seiring dengan berkembangnya jaman. Berbagai peralatan yang canggih pun, sekarang sudah tidak sulit untuk didapatkan. Berbagai media hiburan modern seperti televisi, radio, komputer, dan lain sebagainya kini dirasa lebih menarik perhatian daripada hiburan tradisional. Buktinya, di jaman sekarang, anak-anak lebih banyak yang senang memainkan game online dengan laptop dan kebanyakan anak jaman sekarang sudah tidak mengenal permainan tradisional yang sering dimainkan oleh anak-anak pada jaman dahulu. Apalagi, pada jaman sekarang kebanyakan anak sudah memiliki gadget sehingga anak cenderung malas untuk belajar dan lebih memilih bermain game.Tentu saja hal ini akan berakibat pada perkembangan potensi anak yang kurang maksimal sehingga prestasi belajar anak pun kurang memuaskan.Memang dengan adanya perkembangan teknologi saat ini tentunya dapat meningkatkan pen

ADHD dan Tunalaras

ADHD dan Tunalaras A.     Pengertian ADHD ADHD merupkan kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, pernah ada istilah ADD, kependekan dari attention deficit disorder yang berarti gangguan pemusatan perhatian. Pada saat ditambahkan 'hiperactivity /hiper-aktif’ penulisan istilahnya menjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu, maksudnya sama. Istilah ini merupakan istilah yang sering muncul pada dunia medis yang belakangan ini gencar pula diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan psikologi. lstilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, m