BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Praktek kekerasan yang mengatasnamakan agama, dari
fundamentalisme, radikalisme, hingga terorisme, akhir-akhir ini semakin marak
di tanah air. Kesatuan dan persatuan bangsa saat ini sedang diuji
eksistensinya. Berbagai indikator yang memperlihatkan adanya tanda-tanda
perpecahan bangsa, dengan transparan mudah kita baca. Konflik di Ambon, Papua,
maupun Poso.
Bila kita amati, agama seharusnya dapat menjadi pendorong
bagi umat manusia untuk selalu menegakkan perdamaian dan meningkatkan
kesejahteraan bagi seluruh umat di bumi ini. Namun, realitanya agama justru
menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan kehancuran umat
manusia. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya preventif agar masalah
pertentangan agama tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang.
Pada sisi yang lain, Kondisi masyarakat Indonesia yang
sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan
kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat.
Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras,
etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi
pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di
Indonesia terutama agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi
gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena
suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.Hal
ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model
pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Rumusan
masalah makalah ini adalah :
1.
Apakah yang di maksud dengan
pendidikan multikultural ?
2.
Bagaimana perkembangan pendidikan
multikultural di Indonesia ?
3.
Apa saja Tantangan Pendidikan Multikultural di Indonesia dan
Pemecahannya?
C.
TUJUAN
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian dari
pendidikan multikultural, perkembangan pendidikan multikultural di Indonesia, serta
tantangan pendidikan multikultural di Indonesia dan pemecahannya.
D.
MANFAAT
1.
Manfaat
Teoritis
Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
ilmu pengetahuan yang terkait dengan pengertian dari pendidikan multikultural,
perkembangan pendidikan multikultural di Indonesia, serta tantangan pendidikan
multikultural di Indonesia dan pemecahannya.
2.
Manfaat
Praktis
Memberikan masukan kepada pihak mahasiswa mengenai
pengertian dari pendidikan multikultural, perkembangan pendidikan multikultural
di Indonesia, serta tantangan pendidikan multikultural di Indonesia dan
pemecahannya.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural adalah proses
penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman
budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural (Musa Asy’arie : 2004).
Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut
Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan,
yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan
manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah
membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat
untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami
multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan
konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya
multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus
dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama
tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling
mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini.
Selanjutnya Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary
(1991), Watson (2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme
ini akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena
multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.
Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat
bangsa seperti Indonesia) mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam
masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik
tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang
membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan
seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam
bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari
beraneka ragam latar belakang kebudayan.
Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme
dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-negara
yang mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan
multikulturalisme ini perlu dikembangkan. Melalui pendidikan multikulturalisme
ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat yang damai,
harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah
diamanatkan dalam undang-undang dasar.
B.
Perkembangan
Pedidikan Multikultural Di Indonesia
Multikultural
yang berkembang sedemikian cepat di seluruh pelosok dunia diperkenalkan
melalui latar sejarah dan kepentingan yang berbeda. Gambaran mengenai
multikultural terbatas pada pengenalan mengenai keberagaman di dalam
masyarakat. Multikultural di Indonesia cenderung memprioritaskan kepentingan
kelompok di dalam praktek demokrasi.
Multikultural
normatif adalah petunjuk tentang berbagi kepentingan yang membimbing pada
pengakuan yang lebih tinggi mengenai kebangsaan dan identitas kelompok yang
berbeda di dalam masyarakat.
Multikultural
normatif di Indonesia pertama kali diamanatkan di dalam UUD 1945. Ketentuan di
dalam UU menyatakan bahwa rakyat dan bangsa Indonesia mencakupi berbagai
kelompok etnis,mereka telah berbagi komitmen dalam membangun bangsa Indonesia.
Penghargaan terhadap keberagaman rakyat Indonesia dicerminkan dalam simbol
Garuda Pancasila yang berarti bahwa keberadaan kehidupan bangsa memerlukan
toleransi.
Kita
mengenali berbagai kelompok budaya dan etnis di Indonesia dan kita setuju
membangun sebuah bangsa dengan satu bahasa yang multikultural yang bersifat
normatif kita melakukan penelitian untuk membentuk operasional yang pantas
untuk masing-masing kawasan dalam suatu negara.
Konsep
multikultural normatif menentukan polarisasi dari dua kutub yang tidak tampak
bertentangan yaitu di suatu pihak Negara Kesatuan Republik Indonesia,sementara
itu di pihak lain terdapat keanekaragaman suatu bangsa. Polarisasi semacam ini
menjadikan dinamika yang alami. Artinya bahwa di dalam pengembangan
budaya,tradisi,dan bahasa masing-masing menghormati kelompok suku bangsa.
Bagaimanapun
hubungan pada keperluan untuk sumber daya manusia,negara,pendidikan dan sektor
lain yang secara nasional relevan dengan perekrutan harus dipertanggungjawabkan
oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu,pendidikan multikultural dapat
berkembang menjadi saluran Chauvinisme yang potensial sebagai promosi yang
negatif dari sebuah suku bangsa.
C. Tantangan
Pendidikan Multikultural di Indonesia
Multikultural di Indonesia bersifat normatif. Multikultural normatif
adalah petunjuk tentang berbagai kepentingan yang membimbing pada pengakuan
yang lebih tinggi mengenai kebangsaan dan identitas kelompok yang berbeda di
dalam masyarakat. Multikultural normatif di Indonesia pertama kali di amanatkan
dalam UUD RI 1945. Ketentuan di dalam UU menyatakan bahwa rakyat dan bangsa
Indonesia mencakupi berbagai kelompok etnis. Mereka telah berbagi komitmen
dalam membangun bangsa Indonesia.
Di dalam pendidikan multikultural terletak tanggung jawab besar untuk
pendidikan nasional. Tanpa pendidikan yang difokuskan pada pengembangan
perspektif multikultural dalam kehidupan adalah tidak mungkin untuk menciptakan
keberadaan aneka ragam budaya di masa depan dalam masyarakat Indonesia.
Multikultural hanya dapat disikapi melalui pendidikan nasional. Ada tiga
tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia,yaitu:
1.
Agama, Suku Bangsa dan
Tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan
orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi
perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai
senjata politik atau pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat.
Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya
dalam kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi keyakinan agamanya pada
pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural
untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama. Sekolah
umum (formal) ditambah pendidikan agama yang bertujuan memberikan toleransi dan
kepercayaan anggota masyarakat yang lain yang berbeda keyakinan agamanya. Salah
satu contoh dari toleransi beragama adalah ketika bulan ramadhan, siswa muslim
melakukan ibadah puasa dan siswa non muslim dapat menghargai siswa muslim
dengan cara tidak makan atau tidak minum di depannya.
2.
Kepercayaan
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam
masyarakat yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan.
Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang
lain,dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat plural.
Dalam hal ini dapat diatasi dengan cara memberi sebuah keyakinan (pengertian
yang lebih baik tentang perbedaan) yang dapat dilakukan melalui komunikasi dan
dialog serta membuka diri atau partisipasi terhadap yang lain. Ketika kita memberikan
keyakinan pada seseorang itu berarti bahwa kita mengurangi resiko dalam
kehidupan dan kita dapat saling berbagi satu sama lain.
3.
Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai
keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya
perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam
toleransi, tidak harus selalu mempertahankan keyakinannya. Untuk mencapai
tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis dan dapat hidup di Indonesia diperlukan
pendidikan multikultural.
Anita Lie menyebutkan bahwa pendidikan multikultural di
Indonesia,khususnya dalam pendidikan formal menghadapi tiga tantangan mendasar
sebagai berikut.
1.
Fenomena Homogenisasi
Fenomena homogenisasi
terjadi dalam dunia pendidikan akibat tarik ulur antara keunggulan dan
keterjangkauan. Para siswa tersegresi dalam sekolah-sekolah sesuai latar
belakang sosio-ekonomi, agama,dan etnisitas. Apalagi pasal yang mengatur
pendidikan agama dalam UU No.20/2003 membuat sekolah berafiliasi agama merasa
enggan menerima siswa tidak seagama. Lalu terjadi pengelompokkan anak berdasar
agama, kelas sosio-ekonomi,ras,dan suku. Tiap hari anak-anak bergaul dan
berinteraksi hanya dengan teman segolongan. Jika interaksi di luar sekolah juga
demikian, peng Laman anak-anak untuk memahami dan menghargai perbadaan
menjadi amat langka.
2.
Kurikulum
Penelitian Lie pada tahun
2001 atas kurikulum 1994, dengan menganalisis isi 823 teks bacaan dalam 44 buku
ajar bahasa Inggris yang digunakan di SMA berdasar gender, status ekonomi,
kultur lokal,dan geografi. Dalam keempat kategori itu, buku-buku ini masih
menunjukkan ketidakseimbangan dan bias yang amat membatasi kesadaran
multikultural peserta didik. Ungkapan “You are what you read (Anda dibentuk
oleh apa yang Anda baca)” perlu melandasi penyusun kurikulum. Jika siswa
disodori bahan-bahan pelajaran yang mengandung bias (kelas, gender, etnis,
agama,dan suku), maka siswa akan tumbuh menjadi manusia dengan praduga dan
prasangka negatif terhadap orang lain yang berbeda. Keberagaman dan kekayaan
budaya Nusantara diakomodasi dalam kurikulum hanya sebatas ikon dan simbol
budaya seperti pakaian, kesenian daerah, dan stereotip suku.
3.
Guru
Kelayakan dan kompetensi guru di Indonesia
umumnya masih di bawah standar apalagi untuk mengelola pembelajaran
multikulturalisme. Oleh sebab itu, untuk melaksanakan pendidikan multikultural
banyak pekerjaan rumah yang harus digarap mulai dari rancangan integrasi
kurikulum , standardisasi buku dan materi, pengembangan materi dan kurikulum, pengembangan
profesional dan pelatihan guru, rancangan kegiatan, hingga rancangan monitoring
dan evaluasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut
Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan,
yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan
manusia.
Pendidikan multikultural adalah proses
penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman
budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural (Musa Asy’arie : 2004).
Multikultural
di Indonesia cenderung memprioritaskan kepentingan kelompok di dalam praktek
demokrasi. Multikultural normatif di Indonesia pertama kali diamanatkan di
dalam UUD 1945. Ketentuan di dalam UU menyatakan bahwa rakyat dan bangsa
Indonesia mencakupi berbagai kelompok etnis,mereka telah berbagi komitmen dalam
membangun bangsa Indonesia.
Ada
tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di
Indonesia,yaitu:
1)
Agama, Suku Bangsa dan
Tradisi
2)
Kepercayaan
3)
Toleransi
Anita
Lie menyebutkan bahwa pendidikan multikultural di Indonesia,khususnya dalam
pendidikan formal menghadapi tiga tantangan mendasar sebagai berikut.
1)
Fenomena Homogenisasi
2)
Kurikulum
3)
Guru
B. Saran
Dari hasil pembahasan makalah diharapkan dapat memberikan
kontribusi ilmu pengetahuan yang terkait dengan pengertian dari pendidikan
multikultural, perkembangan pendidikan multikultural di Indonesia, serta
tantangan pendidikan multikultural di Indonesia dan pemecahannya.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://pendidikanmultikulturalindonesia.blogspot.com
diakses pada 05-05-2015
·
http://chichintcintaku.blogspot.com/2013/04/pendidikan-multikultural-dan.html
diakses pada 05-05-2015
Komentar