Dalam kegiatan belajar
mengajar yang berlamgsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak
didiklah yang menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah
yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demik
kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang
terbaik bagi anak didik, dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan
menggairahkan. guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang
arif dan bijaksana, sehingga terciipata hubungan dua arah yang harmonis antara
dua guru dengan anak didik.
Ketika Kegiatan belajar
mengajar itu berproses, guru harus
dengan ikhas dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak
didiknya dengan segala segala konsekuensinya. Semua kendala yag terjadi dan
dapat menjadi penghambat jalannya proses belajar mengajar, baik yang berpangkal
dari perilaku anaka didik maupun yang bersumber dari luar diri anak didik,
harus guru hilangkan, dan bukan membiarkannya. Karena keberhasilan belajar
mengajar lebih banyak ditentukan oleh guru dalam mengelola kelas.
Dalam mengajar, guru harus
pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang
bisa meruigakan anak didik. Pandangan guru terhadap anak didik akan menetukan
sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama
dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil
dalam pengajaran.
Guru yang memandang anak didik
sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainnya akan berbeda dengan guru
yang memandang anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam
segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai
anak didik. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala
perbedaan, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran. Ada beberapa
pendekatan yang diajukan dalam pembicqraan ini dengan harapan dapat membantu
guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegiatan belajar mengajar.
A. Pendekatan Individual
Dikelas ada
sekelompok anak didik. Mereka duduk dikursi masing-masing. Mereka berkelompok
dari dua sampai lima orang. Di depan mereka ada meja untuk membaca dan menulis
atau untuk meletakkan fasilitas belajar. Mereka belajar dengan gaya yang berbeda-beda, perilaku mereka juga
bermacam-macam. Cara mengemukakan pendapat, cara berpakaian,daya serap tingkat
kecerdasan, dan sebagainya, selalu ada variasinya. Masing-masing anak didik
memang mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda ari satu anak didik dengan
anak didik lainnya.
Perbedaan
individual anak didik tersebutu memberikan wawasan kepada guur bahwa stratei
pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual ini. Dengan kata lain, guru harus melakukan
pendekatan indivual dalam strategi belajar mengajarnya. Bilat tidak, maka
strategi belajar tuntas atau mastery learning yang menuntuk penguasaan penuh
kepada anak didik tidak pernah menjadi kenyataan. Pelling tidak dengan
pendekatan individual dapat diharapkan kepada anak didik dengan tingkat
penguasaan optimal.
Pada
kasus-kasus tertentu yang timbul dalam kegiatan belajar mengajar, dapat di atasi
dengan pendekatan individual. Misalnya untuk menghentikan anak didik yang suka
bicara. Caranya dengan memisahkan/memindahkan salah satu anak didik tersebut
pada tempat yang terpisah dengan jarak yang cukup jauh. Anak didik yang suka
bicara ditempatkan pada kelompok anak didik yang pendiam.
Pendekatan
individual mempunyai arti yang sangat penting bagi kepentingan pengajaran. Pemilihan
metode tidak bisa begitu saja mengabaikan kegunaan pendekatan individual,
sehingga guru dalam melaksanakan tugasnya selalu saja melakukan pendekatan
individual terhadap anak didik dikelas. Persoalan kesulitan belajar anak lebih
mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun suatu saat
pendekatan kelompok diperlukan.
B. Pendekatan Kelompok
Dalam
kegiatan belajar mengajar terkadang ada juga guru yang menggunakan pendekatan
lain, yakni pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok memang suatu waktu
diperlukan dan perlu digunakan untuk membina dan mengeembangkan sikap sosial
anak didik. Hal ini di sadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo
socius, yakni makhluk yang berkecendrungan untuk hidup bersama.
Dengan
pendekatan kelompok, diharapkan dapat ditumbuh kembangkan rasa sosial yang
tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa
egois yang ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap
kesetiakawanan sosial dikelas. Tentu saja sikap ini pada hal-hal yang baik
saja. Mereka sadar bahwa hidup ini saling ketergantungan, seperti ekosistem
dalam rantai kehidupan semua makhluk hidup didunia. Tidak ada makhluk hidup
yang terus menerus berdiri sendiri tanpa
keterlibatan makhluk lain, langsung atau tidak langsung, di sadari atau tidak,
makhluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk tertentu.
Anak didik
dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok, akan menyadari bahwa
dirinya ada kekurangan dan kelebihan yang mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau
membantu mereka yang mempunyai kekurangan. Sebaliknya, mereka yang mempunyai
kekurangan dengan rela hati mau belajar dari mereka yang mempunyai kelebihan,
tanpa ada rasa minder. Persaingan yang positif pun terjadi di kelas dalam
rangka untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Inilah yang
diharapkan,yakni anak didik yang aktif, kreatif dan mandiri.
Ketika guru
ingin menggunakan pendekatan kelompok, maka guru harus sudah mempertimbangkan
bahwa hal itu tidak bertentangan dengan tujuan. Fasilitas belajar pendukung,
metode yang akan dipakai sudah dikuasai dan bahan yang akan diberikan kepada
anak didik memang cocok didekati dengan pendekatan kelompok. Karna itu,
pendekatan kelompok tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi harus
mempertimbangkan hal-hal yang ikut mempengaruhi penggunaannya.
Dalam
pengelompokan kelas, terutama yang berhubungan dengan penempatan anak didik,
pendekatan kelompok sangat diperlukan perbedaaan individual anak didik pada
aspek biologis, intelektual, dan psikologis dijadikan sebagai pijakan dalam
melakukan pendekatan kelompok.
Beberapa
pengarang mengatakan, keakraban atau kesatuan kelompok ditentukan oleh
tarik-tarikan interpersonal, atau saling menyukai satu sama lain. Yang
mempunyai kecenderun menamakan keakraban sebagai tarikan kelompok adalah
merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan kelompok bersatu. Keakraban kelompok ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1.
Persoalan
diterima atau disukai teman-teman
2.
Tarikan
kelompok
3.
Teknik
pengelompokan oleh guru
4.
Partisipasi/keterlibatan
dalam kelompok
5.
Penerimaan
tujuan kelompok dan persetujuan dalam cara mencapainya.
6.
Struktur
dan sifat-sifat kelompok. Sedangkan sifat-sifat kelompok itu adalah sebagai
berikut:
a. Suatu multi personalia dengan
tingkatan keakraban tertentu
b. Suatu sistem interaksi
c. Suatu organisasi atau struktur
d. Merupakan suatu motuf tertentu dan
tujuan bersama
e. Merupakan suatu kekuatan atau standar
perilaku tertentu
f.
Pola
perilaku yang dapat diobservasi yang sisebut kepribadian
akhirnya,
guru dapat mempanfaatkan pendekatan kelompok demi untuk kepentingan pengelolaan
pengajaran pada umumnya dan pengelolaan kelas pada khususnya.
C. Pendekatan Bervariasi
Ketika guru
dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bermasalah, maka guru akan
berhadapan dengan permasalahan anak didik yang bervariasi. Setiap masalah yang
dihadapi oleh anak didik tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan.
Dalam
belajar, anak didik mempunyai motivasi yang berbeda. Pada satu sisi anak didik
memiliki motivasi yang rendah, tetapi pada saat lain anak didik mempunyai
motivasi yang tinggi. anak didik yang satu begairah belajar, anak didik yang
lain kurang bergairah belajar. Sementara sebagian besar anak belajar, satu atau
dua orang anak tidak ikut belajar. Mereka duduk dan berbicara
(berbincang-bincang) satu sama lain tentang hal lain yang terlepas dari masalah
pelajaran.
Dalam
mengajar, guru yang hanya menggunakan satu metode biasanya sukar menciptakan
suasana kelas yang kondusif dalam waktu relatif lama. Ini sebagai tanda
perubahan suasana kelas, sulit menormalkan kembali. Ini sebagai tanda adanya
gangguan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya, jalannya pelajaran kurang
menjadi efektif. Efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pun jadi terganggu, disebabkan anak didik kurang mampu berkonsentrasi. Metode
yang hanya satu-satunya dipergunakan tidak dapat diperankan, karna memang
gangguan itu terpangkal dari kelemahan metode tersebut. Karena itu dalam
mengajar kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan jarang sekali
menggunakan satu metode.
Dalam
kegiatan belajar mengajar,guru bisa saja membagi anak didik ke dalam beberapa
kelompok belajar. Tetapi dalam hal ini, terkadang diperlukan juga pendapat dan
kemauan anak didik. Bagaimana keinginan mereka masing-masing. Boleh jadi dalam
suatu pertemuan ada anak didik yang suka belajar dalam kelompok, tetapi ada
juga anak didik yang senang belajar sendiri. Bila hal ini terjadi, maka ada dua
kemungkinan yang terjadi yaitu, belajar dalam kelompok dan belajar sendiri, terlepas dari kelompok
tetapi masih dalam pengawasan dan bimbingan guru.
Permasalah
yang dihadapi oleh setiap anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatanyang
digunakan pun akan lebih tepat dengan pendekatan variasi pula. Misalnya, anak
didik yang tidak disiplin dan anak didik yang suka berbicara akan berbeda
pemecahannya dan menghendaki pendekatanyang berbeda-beda pula. Demikian juga
halny aterhadap anak didik yang membuat keributan. Guru tidak bisa menggunakan
teknik pemecahan yang sama untuk memecahkan permasalah yang lain. Kalaupun ada,
itu hanya pada kasus tertentu perbedaan
dalam teknik pemecahan kasus itulah dalam pembicaraan itu didekati
dengan "pendekatan bervariasi".
Perbedaan
bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap
anak didik dalam belajar bermacam-macam. Kasus yang biasanya muncul dalam
pengajaran dengan berbagai motif, sehingga diperlukan variasi teknik pemecahan
untuk setiap kasus. Maka kiranya pendekatan bervariasi ini sebagai alat yang
dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran.
D. Pendekatan Edukatif
Apapun
yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan untuk mendidik,
bukan karna motif-motif lain, seperti dendam, gengsi, ingin ditakkuti dan
sebagainya.
Anak didik
yang telah melakukan kesalahan, yakni membuat keributan di kelas ketika guru
sedang memberikan pelajaran, misalnya, tidak tepat diberikan sanksi hukum
dengan cara memukul badannya hinggqa luka atau cidera. Ini adalah tindakan
sanksi hukum yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakkukan pendekatan
yang salah. Guru telah mennggunakan teori power, yakni teori kekuasaaan untuk
menundukkan orang lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana
bila mengggunakan kekuasaan, karna hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah
dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap pendidikan, sikap dan perbuatan
yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak
didik menghargai norma hukum,norma susila, norma moral, norma sosial dan norma
agama.
Cukup
banyak sikap dan perbuatan yang harus guru lakukan untuk menanamkan nilai-nilai
kebaikan kepada anak didik. Salah satu contohnya, misalnya, ketika lonceng
tanda masuk kelas telah berbunyi, anak-anak
jangan dibiarkan masuk dulu, tetapi suruhlah mereka berbaris di depan
pintu masuk dan perintahkanlah ketua kelas untuk mengatur barisan. Semua anak
perempuan berbaris dalam kelompok jenisnya. Demikian juga Semua anak laki-laki berbarisa dalam kelompok
jenisnya. Jadi, disisi pintu masuk guru berdiri sambil mengontrol bagaimana
anak-anak berbaris didepan pintu masuk
kelas. Semua anak dipersilahkan masuk oleh ketua kelas. Mereka pun satu persatu
masuk kelas, mereka saatu persatu menyalami guru dan mencium tangan guru
sebelum dilepas. Akhirnya, semua anak masuk dan pelajaran pun dimulai.
Contoh
di atas menggambarkan pendekatan edukatif yang telah dilakukan oleh guru dengan
menyuruh anak didik berbaris didepan pintu masuk kelas. Guru telah meletakkan
tujuan untuk membina watak anak didik dengan pendidikan akhlak yang mulia. Guru
telah membimbing anak didik, bagaimana cara memimpin kawan-kawannya dan
anak-anak lainnya, membina bagaimana cara menghargai orang lain dengan cara
memartuhi semua perintahnya yng bernilai
kebaikan. Betapa baiknya jika semua sekol;ah (TK, SD, atau SLTP) melakukan hal
demikian itu. Mungkin kewibawaan guru yang dirakakan mulai memudar sekarang ini
dapat dimunculkan kembali dan tetap
melekat pada pribadi guru. Sekaranglah saatnya mengedepankan pendidikkan
kepribadian kepada anak didik dan jangan hanya pendidikan intelektual serta
keterampilan semata karna akan menyebabkan anak tumbuh sebagai seorang
intelektual atau ilmuwan yang berpribadi kering.
Guru
yang hanya mengajar dikelas, belum dapat menjamin terbentuknya kepribadian anak
didik yang berakhlak mulia. Demikian juga halnya dengan guru yang mengambil
jarak dengan anak didik kerawanan hubungan guru dengan anak didik disebabkan
komunikasi antara guru dengan anak didik kurang berjalan harmonis. Kerawanan
hubungan ini menjadi kendala bagi guru untuk melakukan pendekatan edukatif
kepada anak didik yang bermasalah.
Guru
yang jarang bergaul dengan anak didik dan tidak mau tahu dengan masalah yang
dirasakan anak didik, membuat anak didik apatis dan bertutup atas apa yang dirasakannya. Sikap guru yang demikian
kurang dibenarkan dalam pendidikan, karna menyebabkan anak didik menjadi orang
yang introver (tertutup).
Kasuistis
yang terjadi di sekolah biasanya tidak hanya satu, tetapi bermacam-macam jenis
dan tingkat kesukarannya. Hal ini meghendaki pendekatan yang tepat. Bebagai
kasus yang terjadi, selain ada yang dpat didekati dengan pendekatan individu,
ada juga yang dapat didekati dengan pendekatan kelompok, dan ada pula yang
dapat didekati dengan pendekatan bervariasi.namun yang penting untuk diingat
adlah bahwa pendekatan individu harus berdampingan dengan pendekatan edukatif,
pendekatan kelompok harus berdampingan dengan pendekatan edukatif,dan pendekatan
bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan edukatif. Dengan demikian
pendekatan yang dilakukan guru harus bernilai edukatif, dengan tujuan untuk
mendidik. Tindakan guru karna dendam, marah, kesal, benci, dan sejenisnya,
bukanlah termasuk perbuatan mendidik, karna apa yang guru lakukan itu
menurutkan kata hati atau untuk memuaskan hati.
Selain
berbagai pendekatan yang disebutkan di depan, ada lagi pendekatan-pendekatan
lain. Berdasarkan kurikulum atau garis-garis besar program pengajaran (GBPP) Pendidikan
Agama Islam SLTP tahun 1994 disebutkan lima macam pendekatan untuk Pendidikan
Agama Islam, yaitu Pendekatan Pengalaman, Pendekatan Pembiasaaan, Pendekatan
Emosional, Pendekatan Rasional, Pendekatan Fungsional. Kelima macam pendekatan
ini diajukan, karna pendidikan agama islam disekolah umum dilaksanakan melalui
kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang satu sama lainnya saling menunjang dan
saling melengkapi.
Komentar