HAKIAKAT ABK, FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA, DAN DAMPAK TERJADINYA KELAINAN PADA ANAK SERTA HAK – HAK YANG DIMILIKI OLEH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada dasarnya setiap anak berpotensi
mengalami problema dalam belajar, hanya saja problema tersebut ada yang ringan
dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain karena dapat diatasi
sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya cukup
berat sehingga perlu mendapatka perhatian dan bantuan dari orang lain.
Anak penyandang cacat mulai diakui
keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-sekolah khusus,
rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang secara khusus mendidik dan merawat
anak-anak penyandang cacat. Mereka yang menyandang kecacatan, dipandang
memiliki karakteristik yang berbeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam
pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metode yang khsusus pula sesuai
dengan karakteristiknya. Oleh sebab itu, pendidikan anak penyandang cacat harus
dipisahkan (di sekolah khusus) dari pendidikan anak lainnya.
Konsep pendidikan seperti inilah yang
disebut dengan konsep Special Education, yang
melahirkan sistem pendidikan segregasi. Di Indonesia, sistem pendidikan segregasi sudah berlangsung selama satu abad lebih, sejak dimulainya pendidikan anak tunanetra pada tahun 1901 di Bandung. Konsep special education dan sistem pendidikan segregasi lebih melihat anak dari segi kecacatannya (labeling), sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan. Oleh karena itu terjadi dikotomi antaran pendidikan khusus (PLB) dengan pendidikan reguler. Pendidikian khusus dan pendidikan regular dianggap dua hal yang sama sekali berbeda.
melahirkan sistem pendidikan segregasi. Di Indonesia, sistem pendidikan segregasi sudah berlangsung selama satu abad lebih, sejak dimulainya pendidikan anak tunanetra pada tahun 1901 di Bandung. Konsep special education dan sistem pendidikan segregasi lebih melihat anak dari segi kecacatannya (labeling), sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan. Oleh karena itu terjadi dikotomi antaran pendidikan khusus (PLB) dengan pendidikan reguler. Pendidikian khusus dan pendidikan regular dianggap dua hal yang sama sekali berbeda.
Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan
anak penyandang cacat terus berkembang, sejalan dengan dinamika kehidupan
masyarakat. Pemikiran yang berkembang saat ini, melihat persoalan pendidikan
anak penyandang cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis, holistik,
perbedaan individu dan kebutuhan anak menjadi pusat perhatian. Dengan demikian
layanan pendidikan tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi
didasarkan pada hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak. Oleh
karena itu layanan pendidikan anak penyandang cacat tidak harus di sekolah
khusus, tetapi bisa dilayani di sekolah regular terdekat dimana anak itu
berada. Cara berpikir seperti ini dilandasi oleh konsep Special needs
education, yang antara lain melatarbelakangi munculnya gagasan pendidikan
inklusif (UNESCO, 1994).
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa hakiakat dari anak berkebutuhan
kusus.?
2. Faktor – faktor apa saja yang
mempengaruhi anak sehingga menjadi ABK.?
3. Bagaimanakah dampak kelainan pada
anak yang Nampak berkelaianan dengan anak biasanya.?
4. Apa saja hak – hak yang dimiliki
anak yang berkebutuhan khusus.?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah
ditulis, maka dapat disimpulkan tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk
mengetahui :
1. Hakiakat dari anak berkebutuhan
kusus
2. Faktor – faktor mempengaruhi anak
sehingga menjadi ABK
3. Dampak kelainan pada anak yang
nampak berkelaianan dengan anak biasanya
4. Hak – hak yang dimiliki anak yang
berkebutuhan khusus
BAB
I
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus
Ada
beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak berkebutuhan
khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang
digunakan, dan merupakan terjemahan dari child with special needs yang
telah digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain
yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak
menyimpang, dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas
telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference ability.
Anak
berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan
pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing
anak secara individual.
Sejalan
dengan perkembangan pengakuan terhadap hak azasi manusia termasuk anak-anak
ini, maka digunakanlah istilah anak berkebutuhan khusus. Penggunaan istilah
anak berkebutuhan khusus membawa konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan
istilah anak luar biasa yang pernah dipergunakan dan mungkin masih digunakan.
Jika pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi (fisik,
mental, emosi-sosial) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan
anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan potensinya.
B.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ABK
Terdapat tiga faktor
yang dapat diidentifikasi tentang sebab musabab timbulnya kebutuhan khusus pada
seorang anak yaitu : (1) Faktor internal pada diri anak. (2) Faktor eksternal
dari lingkunan, dan (3) Kombinasi dari faktor internal dan eksternal
(kombinasi).
1) Faktor
Internal
Faktor internal adalah
kondisi yang dimilki oleh anak yang bersangkutan. Sebagai contoh seorang anak
memiliki kebutuhan khusus dalam belajar karena ia tidak bisa melihat, tidak
bisa mendengar, atau tidak mengalami kesulitan untuk bergerak. Keadaan seperti
itu berada pada diri anak yang bersangkutan secara internal. Dengan kata lain
hambatan yang dialami berada dlam diri anak yang bersangkutan.
2) Faktor
Eksternal
Faktor eksternal adalah
sesuatu yang berada diluar diri anak mengakibatkan anak menjadi memiliki
hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sehingga mereka memiliki kebutuhan
layanan khusus dalam pendidikan. Sebagai contoh seorang anak yang mengalami
kekerasan di rumah tangga dalam jangka panjang mengakibatkan anak tersebut
kehilangan konsentrasi, menarik diri dan ketakuatan. Akibatnya anak tidak dapat
belajar.
3) Kombinasi
Faktor Internal dan Eksternal
Kombinasi antara faktor
internal dengan faktor eksternal dapat menyebabkan terjadinya kebutuhan khusus
pada seorang anak. Kebutuhan khusus yang disebabkan oleh faktor internal
sekaligus eksternal sekaligus diperkirakan akan anak akan memiliki kebutuhan
khusus yang lebih kompleks.
Sebagai
contoh seorang anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan
hiperaktivitas dan dimiliki secara internal berada pada lingkungan keluarga
yang kedua orang tuanya tidak menerima kehadiran anak, tercermin dari perlakuan
yang diberikan kepada anak yang bersangkutan. Anak yang seperti ini memiliki
kebutuhan khusus akibat dari kondisi dirinya dan akibat perlakuan orang tua
yang tidak tepat.
C.
Dampak Terjadinya Kelainan
Membicarakan anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya banyak
sekali variasi dan derajat kelainan. Ini mencakup anak-anak yang mengalami
kelainan fisik, mental-intelektual, sosial-emosional, maupun masalah akademik.
Kita ambil contoh anak-anak yang mengalami kelainan fisik saja ada tunanetra,
tunarungu, dan tunadaksa (cacat tubuh) dengan berbagai derajat kelaianannya.
Ini adalah yang secara nyata dapat dengan mudah dikenali. Keadaan seperti ini
sudah barangtentu harus dipahami oleh seorang guru, karena merekalah yang
secara langsung memberikan pelayanan pendidikan di sekolah kepada semua anak
didiknya. Namun keragaman yang ada pada anak-anak tersebut belum tentu dipahami
semua guru di sekolah.
1)
Kelainan Mental
a) Mental
Tinggi
Sering dikenal dengan anak berbakat
intelektual, dimana selain memilki kemampuan memiliki kemampuan intelektual di
atas rata-rata normal yang signifikan juga memilki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
b) Mental
Rendah
Kemampuan mental rendah atau
kapasitas intelektual (IQ) di bawah rata-rata dapat menjadi 2 kelompok yaitu
anak lamban belajar (slow learners)
yaitu anak yang memiliki IQ antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ di
bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
c) Berkesulitan
Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan
dengan prestasi belajar (achievement)
yang diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang
memiliki kapasitas intelektual normal ke
atas tetapi memiliki prestasi belajar rendah pada bidang akademik tertentu.
2)
Kelainan
Fisik
a) Kelainan
Tubuh (Tunadaksa)
Adanya kondisi tubuh yang
menghambat proses interaksi dan sosialisasi individu meliputi kelumpuhan yang
dikarenakan polio, dan gangguan pada fungsi syaraf otot yang disebabkan
kelayuhan otak (cerebral palsy),
serta adanya kehilangan organ tubuh (amputasi).
b) Kelainan
Indera Penglihatan (Tunanetra)
Seseorang yang sudah tidak mampu
menfungsikan indera penglihatanya untuk keperluan pendidikan dan pengajaran
walaupun telah dikoreksi dengan lensa. Kelainan penglihatan dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu buta dan low vision.
c) Kelainan
Indera Pendengaran (Tunarungu)
Kelainan pendengaran adalah
seseorang yang telah mengalami kesulitan untuk menfungsikan pendengaranya untuk
interaksi dan sosialisasi dengan lingkungan termasuk pemdidikan dan pengajaran.
Kelainan pendengaran dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu tuli (the deaf) dan kurang dengar (hard of hearing).
d) Kelainan
Wicara
Seseorang yang mengalami kesulitan
dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak
dapat dimengerti orang lain. Kelainan wicara ini dapat bersifat fungsional
dimana mungkin disebbkan karena ketunarunguan, dan organic memang disebabkan
adanya ketidaksempurnaan organ wicara maupun adanya gangguan pada organ motoris
yang berkaitan dengan wicara.
3)
Kelainan
Emosi
Gangguan emosi merupakan masalah
psikologis, dan hanya dapat dilihat dari indikasi perilaku yang tampak pada
individu, adapun klasifikasi gangguan emosi meliputi :
a) Gangguan
Perilaku
·
Mengganggu di kelas
·
Tidak sabaran – terlalu cepat beraksi
·
Tidak menghargai – menentang
·
Menyalahkan orang lain
·
Kecemasan terhadap prestasi di sekolah
·
Dependen pada orang lain
·
Pemahaman yang lemah
·
Reaksi yang tidak sesuai
·
Melamun, tidak ada perhatian dan menarik
diri.
b) Gangguan
Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder)
Enam
atau lebih gejala inattention,
berlangsung paling sedikit 6 bulan, ketidakmapuan untuk beradaptasi, dan
tingkat perkembanganya tidak konsisten. Gejala-gejala inattention tersebut adalah :
·
Sering gagal untuk memperhatikan secara
detail, atau sering membuat kesalahan dalam pekerjaan sekolah atau aktifitas
yang lain.
·
Sering kesulitan memperhatikan
tugas-tugas atau aktifitas permainan.
·
Sering tidak mendengarkan ketika orang
lain berbicara.
·
Sering tidak mengikuti instruksi untuk
menyelesaikan pekerjaan sekolah.
c) Anak
Hiperactive (ADHD/Attention Deficit with Hiperactivity Disorder)
·
Perilaku tidak bisa diam
·
Ketidakmampuan untuk member perhatian
yang cukup lama.
·
Hiperaktivitas
·
Aktivitas motorik yang tinggi
·
Canggung
·
Berbuat tanpa dipikir akibatnya.
D. Hak – Hak Yang Dimiliki
Anak Berkebutuhan Khusus
1.
Beberapa alasan yang dapat dijadikan landasan dalam memberikan hak
kepada anak-anak berkebutuhan khusus adalah:
1)
Landasan Yuridis Formal, meliputi: UUD 1945 pasal 31,
Undang-undang Nomor: 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3,
pasal 5, dan pasal 32, UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal
49, 50, 51, 52, 53, UU Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pasal 5 dan
Deklarasi Bandung, Agustus 2004.
2)
Landasan Agama, bahwa Tuhan menciptakan manusia sesungguhnya sama
derajadnya, yang membedakan adalah amal perbuatannya.
3)
Landasan Pendidikan, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk
mendewasakan manusia (peserta didik).
2.
Hak-hak yang dimiliki anak berkebutuhan khusus berdasar pada
landasan yuridis formal meliputi:
1)
UUD 1945 (Amandemen)
pasal 31
ayat (1)
: “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”
ayat (2)
: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”
2)
UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional :
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, Berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pasal 5
Ayat: (1) :
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
Ayat (2) :
Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus
Ayat (3) :
Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan
layanan khusus
Ayat (4)
: Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pasal 32
Ayat (1) :
Pendidikan khusus merupakan merupakan pendidikan bagi peserta peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.
Ayat (2) :
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah
terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi
ekonomi.
3)
UU No. 23 tahun tahun 2002 tentang Perlindungan Perlindungan Anak
Pasal 48
Pemerintah wajib
menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.
Pasal 49
Negara, pemerintah,
keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
anak untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 50
Pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 48 diarahkan pada :
a.
Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat,
kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang
optimal.
b.
Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan
asasi;
c.
Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya,
bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak
bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradabanperadaban yang berbeda-beda
dari peradaban sendiri;
d.
Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab; dan
e.
Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.
Pasal 51
Anak yang menyandang
cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas
untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.
Pasal 52
Anak yang memiliki
keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan
khusus.
Pasal 53
1) Pemerintah bertanggung
jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau
pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak
yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
2) Pertanggungjawaban
pemerintah sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong
masyarakat untuk berperan aktif.
4) UU No. 4 1997 tentang
Penyandang Cacat
Pasal (5 )
“ Setiap penyandang
cacat mempunyai dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan”.
5) Deklarasi Bandung
(Nasional) “ Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif ” 8-14 Agustus 2004
a.
Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan
khusus lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, ,
baik dalam bidang pendidikan, kesehatan sosial, ,kesejahteraan, keamanan,
maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi generasi penerus yang handal.
b.
Menjamin setiap anak berkelainan dan anak anak berkebutuhan
berkebutuhan khusus lainnya lainnya sebagai individu yang bermartabat, untuk
mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan
potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan
eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum,
politis maupun kultural.
Dari berbagai
perangkat perundangan yang telah ada tersebut ternyata masih belum menyadarkan
masyarakat dan pelaku pendidikan memberikan hak memperoleh pendidikan yang sama
yang dimiliki anak berkebutuhan khusus. Pemerintah melalui departemen
pendidikan nasional mngeluarkan himbauan yaitu surat edaran dirjen Dikdasmen
yaitu:
Surat Edaran
Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 Januari 2003 perihal
Pendidikan inklusi:
menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap kabupaten/kota sekurang
kurangnya 4 (empat)
sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus
diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan
dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.
Terdapat tiga faktor
yang dapat diidentifikasi tentang sebab musabab timbulnya kebutuhan khusus pada
seorang anak yaitu : (1) Faktor internal pada diri anak. (2) Faktor eksternal
dari lingkungan, dan (3) Kombinasi dari faktor internal dan eksternal
(kombinasi).
Ada tiga ciri dampak
kelainan yang terdapat pada anak berkebutuhan khusus yaitu (1) kelianan mental,
(2) kelainan fisik, (3) kelianan emosi.
Hak – hak yang dimiliki
oleh anak berkebutuhan khusus tertuang kedalam Landasan Yuridis Formal, yang meliputi: (UUD
1945 pasal 31, Undang-undang Nomor: 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 3, pasal 5, dan pasal 32, UU Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pasal 49, 50, 51, 52, 53, UU Nomor 4 tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat pasal 5 dan Deklarasi Bandung, Agustus 2004), Landasan Agama,
dan Landasan Pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
o
Purwanto, Heri. Modul Pembelajaran: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:
UPI.
o
Alimin, Zaenal. Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak
Berkebutuhan Khusus: Reorientasi Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan
Khusus dan Implikasinya Terhadap Layanan Pendidikan. Vol 3 No 1. Bandung:
UPI
o
Pratama, http://meddypedrosaketpratama.blogspot.com/2012/12/hakikat-anak-berkebutuhan-khusus.html,
21-03-2015
o
Oesstudent, http://eostudent.blogspot.com/2014/02/faktor-faktor-kelainan-dan-hak-hak-yang.html,
27-03-2015
Komentar