BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Budaya merupakan suatu pola hidup yang berkembang
dalam masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu
budaya memiliki kaitan yang sangat erat dengan kehidupan dalam masyarakat itu
sendiri, hal ini dipertegas oleh Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski yang menyatakan bahwa semua yang ada dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri.
Dari pendapat beberapa ahli didapatkan pula pengertian kebudayaan mencakup
sebuah kompleksitas yang memuat pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat, juga pernyataan intelektual yang
artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Oleh karena itu, penyusun mencoba
mengangkat satu tema kebudayaan yang ada dalam masyarakat Sasak di Lombok.
Kebudayaan di Lombok sangat beranekaragam, mulai adapt bagaimana upacara ketika
melahirkan, perkawinan, ritual agama, keseharian, sampai dengan upacara saat
kematian.
Dalam hal upacara kehamilan, kelahiran, pernikahan dan kematian,
masyarakat Sasak memiliki tradisi yang cukup unik yang tentunya tidak ada dalam
masyarakat suku lain di Indonesia. Mulai ketika hari pertama meninggal
(jelo mate) sampai hari kesembilan (nyiwak) dan hari-hari selanjutnya.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan
makalah ini antara lain:
1. Untuk membantu mahasiswa atau
pembaca agar lebih memahami tentang upacara kehamilan, kelahiran, pernikahan
dan kematian, masyarakat Sasak.
2. Untuk dapat
memahami cara-cara adat Sasak dalam hal kehamilan, kelahiran, pernikahan, kematian.
3. Untuk dapat
lebih mengerti hal yang harus dilakukan apabila terjadi kehamilan, kelahiran,
pernikahan, kematian dalam masyarakat Sasak.
1.3
Manfaat
Makalah ini sangat bermanfaat bagi
pembaca, karena dapat menambah wawasan dalam lingkup pengetahuan tentang
”Hubungan antropologi dengan ilmu sosial lainnya serta Kebudayaan Sasak
khususnya upacara kehamilan, kelahiran, pernikahan, kematian dalam adat Sasak”
secara umum sesuai dengan isi makalah yang kami sajikan, dan dapat membuka
pemikirannya mengenai isi makalah tersebut.
1.4
Rumusan Masalah
Adapun masalah
yang dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.
Upacara adat kehamilan masyarakat sasak
di lombok.
2.
Upacara adat kelahiran masyarakat sasak
di lombok.
3.
Upacara adat pernikahan masyarakat
sasak di lombok.
4. Upacara adat
kematian masyarakat sasak dilombok.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Budaya Kehamilan Masyarakat
Sasak Lombok
Semasa anak dalam kandungan seorang
ibu, banyak sekali larangan-larangan yang sifatnya psikologi educative yang
dilakukan secara spiritual dan moral agama
diberlakukan terhadap seorang ibu yang mengandung anaknya dan juga petunjuk
larangan atau anjuran yang diberlakukan bagi seorang ayah. Seorang ibu dan
Bapak semasa kehamilan dipanggil Amaq dan Inaq Tebon ( Tebon; Panjang rambut)
dimana calon kedua orang tua itu dipantangkan untuk mencukur rambutnya (
dibiarkan gondrong bagi calon ayah) dan bagi perempuan tidak boleh dipotong
dibiarkan menjurai dikeramasi dengan santan bercampur abu pangkal buah padi
kentan yang sudah ditumbuk (sasak: Joman)., maksudnya agar sang anak kelak
berpenampilan bersih dan teratur. Campuran air santan itu dijadikan bedak
kramas pada ibu yang sedang mengandung dapat dilakukan sekurang-kurangnya
sekali seminggu pada setiap jumat pagi. Larangan lain bagi calon orang tua anak
itu baik ayah maupun ibunya ialah tidak boleh memaki-maki, tidak boleh membunuh
binantang yang dianggap kramat di rumah dan binatamng peliharaan, tidak boleh
bergosip dan mencela orang lain.
2.2 Budaya Kelahiran Masyarakat
Sasak Di Lombok
Menjelang anak akan lahir sesudah kandungan
memasuki kandungan ke 9 si ibu tidak boleh melakukan kegiatan yang berat,
bahkan melakukan kegiatan dapurpun dikurangi, agar sang ibu benar-benar siap
menghadapi tugas berat melahirkan. Sang ibu juga memakai remapah-rempah;
beras-kunyit-daun jeruk nipis dan sekuh untuk belangir (sasak: beboreh) agar
kondisinya tetap sehat. Sementara si suami disarankan untuk memperbanyak
sedekah, walaupun sekedar serabi (jajan tepung beras) sebagai simbul dari
sedekah yang paling kecil dari orang yang tidak mampu. Hal ini dimaksudkan agar
anak kelak memiliki rasa kasih sanyang kepada sesama. Menjelang bayi akan
keluar diminta bantuan seorang belian nganak / dukun melahirkan (laki/perempuan)
obat-obat penyejuk dan pelancar melahirkan berupa air
suci yang didoakan dengan mantra Sasak. Ketika anak keluar dari perut ibunya :
si anak langsung dipeluk oleh ibu dan bapaknya agar darahnya menyatu dengan
badan kedua orang tuanya agar sang anak menyayangi orang tuanya, setelah itu
baru keluarga yang lain. Setelah itu baru dimandikan oleh sang dukun.
1.
Upacara menanam ari-ari ( nalet adik –kakak ).
Acara ini dilaksanakan setelah
ari-ari bayi terpotong dengan menggunakan pisau dari bambu yang diambil dari
para-para ( sasak :edas tereng ) . Edas tereng tersebut dianggap telah steril
karena setiap hari mendapat asap dari tungku dapur. Biasanya ari-ari yang
dipotong dengan edas tidak menimbulkan penyakit “ tetanus”. Ari-ari yang
ditanam harus ditanam dipelataran rumah serambi depan.
Setelah ditanam diatas gundukan
diatarukkan batu lalu dikurung dengan kurungan ayam. Diatas dibatu dinyalakan
lampu agara anak kelak memiliki hati yang terang dan setia (sasak: isah). Lampu
dinyalakan sampai dengan upacara medak api atau buang au sekurang-kurangnya
pada hari kesembilan
2.
Upacara daur Hidup Medak Api atau Buang Au.
Upacara ini dilaksanakan
sekurang-kurangnya sejak sembilan hari sejak kelahiran bayi dengan mengadakan
acara keramas bersama, ibu si bayi dengan ibu-ibu keluarga dan tetangga
terdekat dengan hitungan ganjil. Kegiatan ini juga disebut medak api karena
pada saat itu mereka membakar joman dengan disertai kepeng bolong 99 biji di atas
“tepak” (wadah dari tembikar) lalu di kucurkan air santan.
Adonan itu digunalkan untuk kramas dan uang bolong di bagikan sebagai sedekah
(shalawat). Jumlah 99 tersebut sebagai simbul Asmaul Husna. Sisa abu yang
dipakai keramas di hanyutkan disungai atau ke laut,sehingga disebut dengan
medak api atau buang au. Setelah itu biasanya kurungan diangkat dan lampu di
padamkan namun ada juga yang membiarkannya sampai 44 hari. Upacara ini dapt
dikaitkan dengan daur hidup yang lain dengan upacara “ Ngaranin” dan “ turun
tanak” dan lebih dari itu dilakukan upacara “ngurisan” potong rambut”. Bagi
upacara yang mampu kegiatan ini dilakukan dengan acara kenduri yang dinamakan
rowah asal kata roh atau arwah, sebagai sambungan turun temurun dari nenek
moyang leluhurnya dengan mengundang kiyai dan tetangga sekitar.
3.
Upacara Ngaranin
Jika upcara “ngaranin” (pemberian
nama) tidak dikaitkan dengan upacara medak api maka secara khusus diadakan
upacara pada hari ganjil biasanya diambil pada malam jumat. Pada masa sebelum
ke Islaman belum memasuki masa perkembangan pada saat upacara ini dibacakan
kitab lontar Indarjaya atau Puspakarma. Setelah perkembangan pemahaman Islam
makin maju masyarakat sasak biasanya memeriahkan acara dengan pembacaan hikayat
yang diambil dari kitab Kisasul Ambiya. Nama-nama yang diberikan adalah nama
yang kental dengan budaya sasak. Misalnya : Galeng, Isin, bokah atau kebiasaan
masyarakat Sasak lama memebri nama anaknya dengan nama- nama yang berakhir
dengan konsonan. Misal : Sanep, Nurmalam, Ketip, Kerdep. Nasip. Ada juga
dikaitkan dengan nama-nama lakon foklor / legenda Sasak dan pewayangan.
4.
Upacara Turun Tanak
Upacara ini dilakukan sebagai tanda
anak boleh menginjakkan kaki ketanah (sasak:lemah) sebelumnya harus tetap di
gendongan. Sang anak akan disembeq /sepah seluruh bagian tubuhnya dari kening sampai
telapak kaki agar anak memiliki kekebalan terhadap penyakit.
5.
Upacara Ngurisan
Upacara ini menandai bahwa anak
memasuki usia balita ditandai dengan potong rambut, upacara dapat dilakukan di
masjid, rumah keluarga dan di makam keramat, juga dikaitkan dengan hari-hari
besar seperti Maulid, Lebaran Topat, dll. Piranti yang disiapkan adalah air
kumkuman, kepeng bolong, bunga setaman, beras kuning, benang katak, uang bolong
atau uang logam dan selawat (uang) khusus sebagai tanda kesaksian bagi yang hadir.
Dalam upacara rowah (kenduri) selain hidangan nasi dan lauk pauk yang diwadahi
talam (dulang begibung) disediakan pula dulang penamat yang menyimbulkan proses
kehidupan manusia sejak manusi lahir – hidup dan mati. Proses kelahiran menurut
sasak dibagi atas meniwok bagi tumbuhan, menelok bagi binatang bertelur,
menganak bagi binatang memamah biak, simbul tersebut ada dalam dulang penamat.
Maka harus ada topat dan bantal sebagai simbul laki dan perempuan dan
buah-buahan sebagai simbul yang meniwok dan nasi rasun berisi daging sebagai
simbul binatang yang menyusui melahirkan. Dulang Penamat dihiasi pula oleh
buah-buahan dan jajan tradisional sebagai lambang kemakmuran. Sisa potongan
rambut sang anak kalau tidak ditanam maka akan di hanyutkan ke laut agar anak
kelak tidak cepat kena penyakit.
6.
Upacara Besunat
Upacara besunat atau hitanan khusus
bagi anak laki-lakim upacara bekikir bagi anak perempuan. Sebagai simbul
perpindahan anak-anak ke jenjang usia remaja. Dalam upacara di selenggarakan
rowah kepada leluhur di ikuti dengan dulang penamat. Besunat dilakukan oleh
belian sunat(bayan: Penjalak) , untuk anak besunat disediakan andang-andang
agar terjauh dari bala. Andang
diwadahi oleh soksokan berisi beras sekurang-kurangnya sekobok, segulung daun
sirih, pinang berjumlah ganjil ( 3-5-7) baik pinang muda (buaq odaq) atau piang
tua ( buaq toaq ), gambir, kapur pamaq ( kapur sirih) , benang setukel / lawe
dan uang bolong dalam jumlah ganjil. Andang-andang adalah simbul keberkahan
ilmu sang belian sekaligus sebagai penghargaan terhadap keahlian sang belian.
Untuk anak besunat disiapkan kain khusus dengan tongkat pengganjal agar kain
tidak tersentuh bagian luka ujung kelamin. Biasanya disiapkan pula tempat duduk
kelapa tua hijau agar darah tidak banyak mengucur keluar. Pada saat anak
besunat diringi dengan selakar atau selawat oleh orang-orang yang menyaksikan.
Begitu alat vital dipotong sang orang tua mendekap sang anak dipinggangnya,
dengan maksud menekan keluar darahnya agar tidak terlalu banyak keluar.
2.3 Budaya Pernikahan Masyarakat
Sasak Di Lombok
Salah satu adat menjelang
berlangsungnya prosesi pernikahan yang sangat unik dan sarat akan makna adalah
adat yang terdapat dalam budaya suku Sasak. Dalam budaya suku sasak, pernikahan
dilaksanakan dengan cara menculik si calon istri oleh calon suami yang disebut
dengan istilah kawin culik. Tapi tentu, penculikan calon istri oleh calon suami
ini dilakukan berdasarkan aturan main yang yang telah disepakati bersama
melalui lembaga adat. Mungkin inilah satu-satunya penculikan di dunia yang
dilegalkan dan harus patuh pada aturan main.
Kawin culik ini akan berlangsung
setelah si gadis memilih satu di antara kekasih-kekasihnya. Mereka akan membuat
suatu kesepakatan kapan penculikan bisa dilakukan. Perjanjian atau kesepakatan
antara seorang gadis sebagai calon istri oleh penculiknya ini harus benar-benar
dirahasiakan, untuk menjaga kemungkinan gagal ditengah jalannya aksi penculikan
tersebab oleh hal-hal seperti dijegal oleh laki-laki lain yang juga memiliki
hasrat untuk menyunting sang gadis. Hal ini dilakukan misalnya dengan jalan
merampas anak gadis ketika ia bersama san calon suaminya dalam perjalanan
menuju rumah calon suaminya. Ini pula sebabnya, penculikan pada siang hari
dilarang keras oleh adat karena dikhawatirkan penculikan pada siang hari akan
mudah diketahui oleh orang banyak termasuk juga rival-rival dari sang penculik
yang juga menghasratkan sang gadis untuk menjadi istrinya. Disamping merupakan
rahasia untuk para kekasih sang dara, penculikan ini pun harus dirahasiakan dan
jangan sampai bocor ke telinga orang tua sang gadis. Kalau saja kemudian
setelah mengetahui orang tuanya tidak setujui anaknya untuk menikah, di sini
orang tua baru boleh bertindak untuk menjodohkan anak gadisnya dengan pilihan
mereka. Keadaan ini yang disebut Pedait.
Meskipun pada kenyatannya orang tua
boleh untuk tidak bersetuju dengan calon menantunya (yang dalam hal ini
lelaki yang menculik anak gadisnya) tapi, untuk basa-basi sekaligus menghormati
perasaan orang tua sang lelaki, perasaan tersebut sama sekali tak boleh
ditunjukan pada saat acara midang. Maka dari itu, demi menghindari penculikan
oleh lelaki yang bukan merupakan calon menantu yang dikehendaki, begitu
mendengar selentingan kabar akan adanya penculikan, maka biasanya sang gadis
dilarikan ke tempat famili calon suami yang jauh dari desa atau dasan si gadis
atau dasan si calon suaminya.
Dan karena penculikan anak gadis
oleh lelaki yang akan menyuntingnya adalah satu-satunya perbuatan penculikan
yang diperbolehkan adat, maka tentu perbuatan ini pun mempunyai aturan
permainan yang telah di atur oleh adat. Keributan yang terjadi karena
penculikan sang gadis di luar ketentuan adat, kepada penculiknya dikenakan
sangsi sebagai berikut :
1. Denda Pati
Denda Pati adalah denda adat yang
harus ditanggung oleh sang penculik atau keluarga sang penculik apabila
penculikan tersebut berhasil tapi menimbulkan keributan dalam prosesnya.
2. Ngurayang
Ngurayang adalah denda adat yang
dikenakan pada penculik gadis yang menimbulkan keributan karena penculikn tidak
dengan persetujuan sang gadis. Karena sang gadis tidak setuju dan sang penculik
memaksa maka biasanya penculikan ini gagal.
Ngeberayang
Ngeberayang
adalah denda adat yang harus dibayar oleh sang penculik atau keluarganya
dikarenakan proses penculikan terjadi kegagalan dan terjadi keributan karena
beberapa hal seperti penculikan digagalkan oleh rival sang penculik, dan
sebagainya.
3.
Ngabesaken
Ngabesaken adalah denda adat yang
dikenakan kepada penculik karena penculikan dilakukan pada siang hari yang pada
akhirnya terjadi keributan.
Denda adat yang harus dibayar
tersebut apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran seperti yang telah dikemukakan
di atas adalah dalam bentuk uang dengan nominal tertentu dan telah diatur oleh
adat. Selanjutnya uang denda yang dibayar oleh penculik yang gagal itu akan
diserahkan kepada kampung melalui ketua kerame yang kemudian diteruskan kepada
kepala kampung untuk kesejahteraan kampung.
Bilamana seorang gadis berhasil
diculik, maka pada malam itu juga dilanjutkan dengan acara mangan merangkat,
yaitu suatu upacara adat yang menyambut kedatangan si gadis di rumah calon
suaminya. Hal ini merupakan upacara peresmian masuknya di gadis dalam keluarga
calon suaminya. Dalam mangan merangkat ini adalah semacam penyambutan dan
perkenalan untuk sang gadis terhadap keluarga calon suaminya. Acara mangan
merangkat ini iawali dengan totok telok yaitu calon mempelai memecahkan telur
bersama-sama pada perangkat (sesajen) yang telah disediakan. Totok telok adalah
lambang kesanggupan calon mempelai untuk hidup dengan istrinya dalam bahtera
rumah tangga.
Baru kemudian pada pagi harinya,
keluarga calon suami sang gadis (dalam hal ini yang telah menculiknya) akan
mendatangi rumah orang tua sang gadis untuk memberitahukan bahwa anak gadisnya
dipersunting oleh anaknya. Peristiwa datangnya keluarga sang lelaki ini disebut
dengan Masejatik atau Nyelabar. Tujuan utama dari Masejatik adalah media
perundingan guna membicarakan kelajutan upacara-upacara adat perkawinan serta
segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perkawinan. Dalam hal ini yang
pertama-tama harus diselesaikan adalah acara akad nikah. Pada waktu akad nikah
tersebut orang tua si gadis memberikan kesaksian di hadapan penghulu desa dan
pemuka-pemuka masyarakat serta para tokoh adat lainnya. Dalam acara ini
bilamana orang tua si gadis berhalangan, ia dapat menunjuk seseorang untuk
mewakilinya.
Dan acara ini berpuncak pada adat perkawinan yang
disebut dengan sorong doe, yakni saat di mana rumah kediaman orang tua si gadis
akan kedatangan rombongan dari keluarga mempelai lelaki. Kedatangan rombongan
sorong doe ini disebut nyongkol. Acara inti dari sorong doe adalah tentang penDalam
siklus kehidupan manusia, peristiwa kematian
merupakan akhir kehidupan seseorang di dunia.
Masyarakat
meyakini kehidupan lain setelah kematian. Di beberapa kelompok masyarakat dilakukan persiapan bagi si mati. Salah satu
peristiwa yang harms dilakukan adalah
penguburan. Penguburan meliputi perawatan mayat termasuk membersihkan, merapikan, atau mengawetkan
mayat.
2.4 Upacara Adat Kematian Masyarakat
Sasak Di Lombok
Upacara
adat kematian yang dilaksanakan sebelum acara penguburan meliputi beberapa
tahapan yaitu :
- Belangar
Masyarakat Sasak Lombok pada umumnya
menganut agama Islam sehingga setiap ada yang meninggal ada beberapa proses
yang dilalui. Pertama kali yang dilakukan adalah memukul beduk dengan
irama pukulan yang panjang. Hal ini sebagai pemberitahuan kepada masyarakat
bahwa ada salah seorang warga yang meninggal. Setelah itu maka masyarakat
berdatangan baik dari desa tersebut atau desa-desa yang lain yang masih
dinyatakan ada hubungan famili, kerabat persahabatan dan handai taulan.
Kedatangan masyarakat ke tempat acara kematian tersebut disebut langar (Melayat).
Tradisi belangar bertujuan untuk menghibur
teman, sahabat yang di tinggalkan mati oleh keluarganya, Mereka biasanya
membawa beras seadanya guna membantu meringankan beban yang terkena
musibah.
Memandikan
Dalam pelaksanaannya, apabila yang
meninggal laki-laki maka yang memandikannya adalah laki-laki, demikian
sebaliknya apabila yang meninggal perempuan maka yang memandikannya adalah
perempuan. Perlakuan pada orang yang meninggal tidak dibedakan meskipun dari
segi usia yang meninggal itu baru berumur sehari. Adapun yang memandikan itu
biasanya tokoh agama setempat. Adapun macam air yang digunakan adalah air
sumur. Setelah di mandikan, mayat dibungkuskan pada acara ini, biasanya si
mayit di taburi keratan kayu cendana atau cecame.
- Betukaq (Penguburan)
Adapun
upacara-upacara yang dilaksanakan sebelum penguburan meliputi beberapa
persiapan yaitu :
- Setelah
seseorang dinyatakan meniggal maka orang tersebut dihadapkan ke kiblat. Di
ruang tempat orang yang meninggal dibakar kemenyan dan dipasangi
langit-langit (bebaoq) dengan menggunakan kain putih (selempuri)
dan kain tersebut baru boleh dibuka setelah hari kesembilan meninggalnya
orang tersebut. Selesai dibungkus si mayat disalatkan di rumah oleh
keluarganya sebagai salat pelepasan, lalu dibawa ke masjid atau musala.
- Pada
hari tersebut (jelo mate) diadakan unjuran sebagai penyusuran bumi
(penghormatan bagi yang meninggal dan akan dimasukkan ke dalam kubur),
untuk itu perlu penyembelihan hewan sebagai tumbal.
- Nelung
dan Mituq
Upacara ini dilakukan keluarga untuk doa keselamatan arwah yang meninggal
dengan harapan dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa selain itu
keluarga yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan.
Selanjutnya diikuti dengan upacara nyiwaq dan begawe dengan
persiapan sebagai berikut :
- Mengumpulkan
kayu bakar. Kayu biasanya dipersiapkan pada hari nelung (hari ketiga) dan
mitu (hari ketujuh) dengan cara perebaq kayu (menebang pohon).
- pembuatan
tetaring. Pembuatan tetaring terbuat dari daun kelapa yang dianyam dan
digunakan sebagai tempat para tamu undangan (temue) duduk bersila.
- Penyerahan
bahan-bahan begawe. Peyerahan dari epen gawe (yang punya gawe)
kepada inaq gawe. Penyerahannya ini dilakukan pada hari mituq.
Kemudian inaq gawe menyerahkan alat-alat upacara.
- Dulang
Inggas Dingari, disajikan kepada Penghulu atau Kyai yang menyatakan orang
tersebut meninggal dunia. Dulang inggas dingari ini harus disajikan tengah
malam kesembilan hari meninggal dengan maksud bahwa pemberitahuan bahwa
besok hari diadakan upacara sembilan hari.
- Dulang
penamat, adapun maksudnya simbol hak milik dari orang yang meninggal
semasa hidupnya harus diserahkan secara sukarela kepada orang yang berhak
mendapatkannya. kemudian semua keluarga dan undangan dipimpin oleh Kyai
melakukan do’a selamatan untuk arwah yang meninggal agar diterima Tuhan Yang
Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan mengikhlaskan kepergiannya.
- Dulang
talet Mesan (Penempatan Batu Nisan) dimaksudkan sebagai dulang yang diisi
dengan nasi putih, lauk berupa burung merpati dan beberapa jenis jajan
untuk dipergunakan sebelum nisan dipasang oleh Kyai yang memimpin do’a
yang kemudian dulang ini dibagikan kepada orang yang ikut serta pada saat
itu. Setelah berakhirnya upacara ini selesailah upacara nyiwak.
Rangkaian upacara kematian
pada masyarakat Sasak yaitu hari pertama disebut nepong tanaq atau
nuyusur tanaq. Pemberian informasi kepada warga desa bahwa ada yang meninggal.
Hari kedua tidak ada yang bersifat ritual. Hari ketiga disebut
nelung yaitu penyiapan aiq wangi dan dimasukkan kepeng bolong untuk didoakan.
Hari keempat menyiram aiq wangi ke kuburan. Hari kelima
melaksanakan bukang daiq artinya mulai membaca AQur’an. Hari keenam
melanjutkan membaca Al-Qur’an. Hari ketujuh disebut Mituq dirangkai
dengan pembacaan Al-Qur’an. Hari kedelapan tidak ada acara ritual yang
dilaksanakan, dan hari kesembilan yang sebut Nyiwaq atau Nyenge
dengan acara akhir perebahan jangkih.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Gambaran yang terdapat
dalam simbul adat daur hidup sebagai bagian dari kearifan budaya lokal
sesungguhnya mempunyai nilai-nilai yang sangat Educatif Psikologis dan
bermoral. Hal ini harus menjadi bagian yang harus direvitalisasi dan
reaktualisasi serta diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga akan
menjadi bagian yang tidak tgerlepaskan dari upaya mengaktualisasikan kembali
Lembaga Krama Adat seperti; Krama Banjar, Krama gubuk dan Krama desa. Yang akan
menjadi kendaraan dalam pelaksanaan dari awig-awig dan sangsi adat (dedosan )
yang terdapat dalam budaya lokal Sasak.
3.2 SARAN
- Kita
sebagai bangsa Indonesia, khususnya bangsa Sasak harus menghormati dan
memghargai budaya kita sendiri dengan memelihara dan menjaga budaya
tersebut agar terhindar dari kepunahan.
- Kebudayaan
yang berbeda harus di pandang sebagai kekayaan nasional, bukan malah
sebagai alasan untuk saling memecah belah.
- Saling
menghargai antara budaya yang satu dengan budaya lainnya.
Komentar