Langsung ke konten utama

KEHAMILAN, KELAHIRAN, PERNIKAHAN, DAN KEMATIAN DIDALAM BUDAYA ADAT SASAK


BAB I
PENDAHULUAN
     
      1.1 Latar Belakang
    Budaya merupakan suatu pola hidup yang berkembang dalam masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu budaya memiliki kaitan yang sangat erat dengan kehidupan dalam masyarakat itu sendiri, hal ini dipertegas oleh Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski yang menyatakan bahwa semua yang ada dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Dari pendapat beberapa ahli didapatkan pula pengertian kebudayaan mencakup sebuah kompleksitas yang memuat pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat, juga pernyataan intelektual yang artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
    Oleh karena itu, penyusun mencoba mengangkat satu tema kebudayaan yang ada dalam masyarakat Sasak di Lombok. Kebudayaan di Lombok sangat beranekaragam, mulai adapt bagaimana upacara ketika melahirkan, perkawinan, ritual agama, keseharian, sampai dengan upacara saat kematian.
    Dalam hal upacara kehamilan, kelahiran, pernikahan dan kematian, masyarakat Sasak memiliki tradisi yang cukup unik yang tentunya tidak ada dalam masyarakat suku lain di Indonesia. Mulai ketika hari pertama meninggal (jelo mate) sampai hari kesembilan (nyiwak) dan hari-hari selanjutnya.
     
      1.2  Tujuan
      Tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1.      Untuk membantu mahasiswa atau pembaca agar lebih memahami tentang upacara kehamilan, kelahiran, pernikahan dan kematian, masyarakat Sasak.
2.      Untuk dapat memahami cara-cara adat Sasak dalam hal kehamilan, kelahiran, pernikahan, kematian.
3.   Untuk dapat lebih mengerti hal yang harus dilakukan apabila terjadi kehamilan, kelahiran, pernikahan, kematian dalam masyarakat Sasak.

      1.3 Manfaat
        Makalah ini sangat bermanfaat bagi pembaca, karena dapat menambah wawasan dalam lingkup pengetahuan tentang ”Hubungan antropologi dengan ilmu sosial lainnya serta Kebudayaan Sasak khususnya upacara kehamilan, kelahiran, pernikahan, kematian dalam adat Sasak” secara umum sesuai dengan isi makalah yang kami sajikan, dan dapat membuka pemikirannya mengenai  isi makalah tersebut.

      1.4  Rumusan Masalah
                  Adapun masalah yang dibahas  dalam makalah ini antara lain:
1.      Upacara adat kehamilan masyarakat sasak di lombok.
2.      Upacara adat kelahiran masyarakat sasak di lombok.
3.      Upacara adat pernikahan masyarakat sasak di lombok.
4.      Upacara adat kematian masyarakat sasak dilombok.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Budaya Kehamilan Masyarakat Sasak Lombok
            Semasa anak dalam kandungan seorang ibu, banyak sekali larangan-larangan yang sifatnya psikologi educative yang dilakukan secara spiritual dan moral agama diberlakukan terhadap seorang ibu yang mengandung anaknya dan juga petunjuk larangan atau anjuran yang diberlakukan bagi seorang ayah. Seorang ibu dan Bapak semasa kehamilan dipanggil Amaq dan Inaq Tebon ( Tebon; Panjang rambut) dimana calon kedua orang tua itu dipantangkan untuk mencukur rambutnya ( dibiarkan gondrong bagi calon ayah) dan bagi perempuan tidak boleh dipotong dibiarkan menjurai dikeramasi dengan santan bercampur abu pangkal buah padi kentan yang sudah ditumbuk (sasak: Joman)., maksudnya agar sang anak kelak berpenampilan bersih dan teratur. Campuran air santan itu dijadikan bedak kramas pada ibu yang sedang mengandung dapat dilakukan sekurang-kurangnya sekali seminggu pada setiap jumat pagi. Larangan lain bagi calon orang tua anak itu baik ayah maupun ibunya ialah tidak boleh memaki-maki, tidak boleh membunuh binantang yang dianggap kramat di rumah dan binatamng peliharaan, tidak boleh bergosip dan mencela orang lain.
2.2 Budaya Kelahiran Masyarakat Sasak Di Lombok
             Menjelang anak akan lahir sesudah kandungan memasuki kandungan ke 9 si ibu tidak boleh melakukan kegiatan yang berat, bahkan melakukan kegiatan dapurpun dikurangi, agar sang ibu benar-benar siap menghadapi tugas berat melahirkan. Sang ibu juga memakai remapah-rempah; beras-kunyit-daun jeruk nipis dan sekuh untuk belangir (sasak: beboreh) agar kondisinya tetap sehat. Sementara si suami disarankan untuk memperbanyak sedekah, walaupun sekedar serabi (jajan tepung beras) sebagai simbul dari sedekah yang paling kecil dari orang yang tidak mampu. Hal ini dimaksudkan agar anak kelak memiliki rasa kasih sanyang kepada sesama. Menjelang bayi akan keluar diminta bantuan seorang belian nganak / dukun melahirkan (laki/perempuan) obat-obat penyejuk dan pelancar melahirkan berupa air suci yang didoakan dengan mantra Sasak. Ketika anak keluar dari perut ibunya : si anak langsung dipeluk oleh ibu dan bapaknya agar darahnya menyatu dengan badan kedua orang tuanya agar sang anak menyayangi orang tuanya, setelah itu baru keluarga yang lain. Setelah itu baru dimandikan oleh sang dukun.
1. Upacara menanam ari-ari ( nalet adik –kakak ).
            Acara ini dilaksanakan setelah ari-ari bayi terpotong dengan menggunakan pisau dari bambu yang diambil dari para-para ( sasak :edas tereng ) . Edas tereng tersebut dianggap telah steril karena setiap hari mendapat asap dari tungku dapur. Biasanya ari-ari yang dipotong dengan edas tidak menimbulkan penyakit “ tetanus”. Ari-ari yang ditanam harus ditanam dipelataran rumah serambi depan.
            Setelah ditanam diatas gundukan diatarukkan batu lalu dikurung dengan kurungan ayam. Diatas dibatu dinyalakan lampu agara anak kelak memiliki hati yang terang dan setia (sasak: isah). Lampu dinyalakan sampai dengan upacara medak api atau buang au sekurang-kurangnya pada hari kesembilan
2. Upacara daur Hidup Medak Api atau Buang Au.
            Upacara ini dilaksanakan sekurang-kurangnya sejak sembilan hari sejak kelahiran bayi dengan mengadakan acara keramas bersama, ibu si bayi dengan ibu-ibu keluarga dan tetangga terdekat dengan hitungan ganjil. Kegiatan ini juga disebut medak api karena pada saat itu mereka membakar joman dengan disertai kepeng bolong 99 biji di atas “tepak” (wadah dari tembikar) lalu di kucurkan air santan. Adonan itu digunalkan untuk kramas dan uang bolong di bagikan sebagai sedekah (shalawat). Jumlah 99 tersebut sebagai simbul Asmaul Husna. Sisa abu yang dipakai keramas di hanyutkan disungai atau ke laut,sehingga disebut dengan medak api atau buang au. Setelah itu biasanya kurungan diangkat dan lampu di padamkan namun ada juga yang membiarkannya sampai 44 hari. Upacara ini dapt dikaitkan dengan daur hidup yang lain dengan upacara “ Ngaranin” dan “ turun tanak” dan lebih dari itu dilakukan upacara “ngurisan” potong rambut”. Bagi upacara yang mampu kegiatan ini dilakukan dengan acara kenduri yang dinamakan rowah asal kata roh atau arwah, sebagai sambungan turun temurun dari nenek moyang leluhurnya dengan mengundang kiyai dan tetangga sekitar.


3. Upacara Ngaranin
            Jika upcara “ngaranin” (pemberian nama) tidak dikaitkan dengan upacara medak api maka secara khusus diadakan upacara pada hari ganjil biasanya diambil pada malam jumat. Pada masa sebelum ke Islaman belum memasuki masa perkembangan pada saat upacara ini dibacakan kitab lontar Indarjaya atau Puspakarma. Setelah perkembangan pemahaman Islam makin maju masyarakat sasak biasanya memeriahkan acara dengan pembacaan hikayat yang diambil dari kitab Kisasul Ambiya. Nama-nama yang diberikan adalah nama yang kental dengan budaya sasak. Misalnya : Galeng, Isin, bokah atau kebiasaan masyarakat Sasak lama memebri nama anaknya dengan nama- nama yang berakhir dengan konsonan. Misal : Sanep, Nurmalam, Ketip, Kerdep. Nasip. Ada juga dikaitkan dengan nama-nama lakon foklor / legenda Sasak dan pewayangan.
4. Upacara Turun Tanak
            Upacara ini dilakukan sebagai tanda anak boleh menginjakkan kaki ketanah (sasak:lemah) sebelumnya harus tetap di gendongan. Sang anak akan disembeq /sepah seluruh bagian tubuhnya dari kening sampai telapak kaki agar anak memiliki kekebalan terhadap penyakit.

5. Upacara Ngurisan
            Upacara ini menandai bahwa anak memasuki usia balita ditandai dengan potong rambut, upacara dapat dilakukan di masjid, rumah keluarga dan di makam keramat, juga dikaitkan dengan hari-hari besar seperti Maulid, Lebaran Topat, dll. Piranti yang disiapkan adalah air kumkuman, kepeng bolong, bunga setaman, beras kuning, benang katak, uang bolong atau uang logam dan selawat (uang) khusus sebagai tanda kesaksian bagi yang hadir. Dalam upacara rowah (kenduri) selain hidangan nasi dan lauk pauk yang diwadahi talam (dulang begibung) disediakan pula dulang penamat yang menyimbulkan proses kehidupan manusia sejak manusi lahir – hidup dan mati. Proses kelahiran menurut sasak dibagi atas meniwok bagi tumbuhan, menelok bagi binatang bertelur, menganak bagi binatang memamah biak, simbul tersebut ada dalam dulang penamat. Maka harus ada topat dan bantal sebagai simbul laki dan perempuan dan buah-buahan sebagai simbul yang meniwok dan nasi rasun berisi daging sebagai simbul binatang yang menyusui melahirkan. Dulang Penamat dihiasi pula oleh buah-buahan dan jajan tradisional sebagai lambang kemakmuran. Sisa potongan rambut sang anak kalau tidak ditanam maka akan di hanyutkan ke laut agar anak kelak tidak cepat kena penyakit.
6. Upacara Besunat
            Upacara besunat atau hitanan khusus bagi anak laki-lakim upacara bekikir bagi anak perempuan. Sebagai simbul perpindahan anak-anak ke jenjang usia remaja. Dalam upacara di selenggarakan rowah kepada leluhur di ikuti dengan dulang penamat. Besunat dilakukan oleh belian sunat(bayan: Penjalak) , untuk anak besunat disediakan andang-andang agar terjauh dari bala.            Andang diwadahi oleh soksokan berisi beras sekurang-kurangnya sekobok, segulung daun sirih, pinang berjumlah ganjil ( 3-5-7) baik pinang muda (buaq odaq) atau piang tua ( buaq toaq ), gambir, kapur pamaq ( kapur sirih) , benang setukel / lawe dan uang bolong dalam jumlah ganjil. Andang-andang adalah simbul keberkahan ilmu sang belian sekaligus sebagai penghargaan terhadap keahlian sang belian. Untuk anak besunat disiapkan kain khusus dengan tongkat pengganjal agar kain tidak tersentuh bagian luka ujung kelamin. Biasanya disiapkan pula tempat duduk kelapa tua hijau agar darah tidak banyak mengucur keluar. Pada saat anak besunat diringi dengan selakar atau selawat oleh orang-orang yang menyaksikan. Begitu alat vital dipotong sang orang tua mendekap sang anak dipinggangnya, dengan maksud menekan keluar darahnya agar tidak terlalu banyak keluar.
2.3 Budaya Pernikahan Masyarakat Sasak Di Lombok
            Salah satu adat menjelang berlangsungnya prosesi pernikahan yang sangat unik dan sarat akan makna adalah adat yang terdapat dalam budaya suku Sasak. Dalam budaya suku sasak, pernikahan dilaksanakan dengan cara menculik si calon istri oleh calon suami yang disebut dengan istilah kawin culik. Tapi tentu, penculikan calon istri oleh calon suami ini dilakukan berdasarkan aturan main yang yang telah disepakati bersama melalui lembaga adat. Mungkin inilah satu-satunya penculikan di dunia yang dilegalkan dan harus patuh pada aturan main.     
            Kawin culik ini akan berlangsung setelah si gadis memilih satu di antara kekasih-kekasihnya. Mereka akan membuat suatu kesepakatan kapan penculikan bisa dilakukan. Perjanjian atau kesepakatan antara seorang gadis sebagai calon istri oleh penculiknya ini harus benar-benar dirahasiakan, untuk menjaga kemungkinan gagal ditengah jalannya aksi penculikan tersebab oleh hal-hal seperti dijegal oleh laki-laki lain yang juga memiliki hasrat untuk menyunting sang gadis. Hal ini dilakukan misalnya dengan jalan merampas anak gadis ketika ia bersama san calon suaminya dalam perjalanan menuju rumah calon suaminya. Ini pula sebabnya, penculikan pada siang hari dilarang keras oleh adat karena dikhawatirkan penculikan pada siang hari akan mudah diketahui oleh orang banyak termasuk juga rival-rival dari sang penculik yang juga menghasratkan sang gadis untuk menjadi istrinya. Disamping merupakan rahasia untuk para kekasih sang dara, penculikan ini pun harus dirahasiakan dan jangan sampai bocor ke telinga orang tua sang gadis. Kalau saja kemudian setelah mengetahui orang tuanya tidak setujui anaknya untuk menikah, di sini orang tua baru boleh bertindak untuk menjodohkan anak gadisnya dengan pilihan mereka. Keadaan ini yang disebut Pedait.
            Meskipun pada kenyatannya orang tua boleh untuk tidak bersetuju dengan  calon menantunya (yang dalam hal ini lelaki yang menculik anak gadisnya) tapi, untuk basa-basi sekaligus menghormati perasaan orang tua sang lelaki, perasaan tersebut sama sekali tak boleh ditunjukan pada saat acara midang. Maka dari itu, demi menghindari penculikan oleh lelaki yang bukan merupakan calon menantu yang dikehendaki, begitu mendengar selentingan kabar akan adanya penculikan, maka biasanya sang gadis dilarikan ke tempat famili calon suami yang jauh dari desa atau dasan si gadis atau dasan si calon suaminya.
            Dan karena penculikan anak gadis oleh lelaki yang akan menyuntingnya adalah satu-satunya perbuatan penculikan yang diperbolehkan adat, maka tentu perbuatan ini pun mempunyai aturan permainan yang telah di atur oleh adat. Keributan yang terjadi karena penculikan sang gadis di luar ketentuan adat, kepada penculiknya dikenakan sangsi sebagai berikut :
1.      Denda Pati 
            Denda Pati adalah denda adat yang harus ditanggung oleh sang penculik atau keluarga sang penculik apabila penculikan tersebut berhasil tapi menimbulkan keributan dalam prosesnya.
2.      Ngurayang
            Ngurayang adalah denda adat yang dikenakan pada penculik gadis yang menimbulkan keributan karena penculikn tidak dengan persetujuan sang gadis. Karena sang gadis tidak setuju dan sang penculik memaksa maka biasanya penculikan ini gagal.
Ngeberayang
Ngeberayang adalah denda adat yang harus dibayar oleh sang penculik atau keluarganya dikarenakan proses penculikan terjadi kegagalan dan terjadi keributan karena beberapa hal seperti penculikan digagalkan oleh rival sang penculik, dan sebagainya.
3.      Ngabesaken
            Ngabesaken adalah denda adat yang dikenakan kepada penculik karena penculikan dilakukan pada siang hari yang pada akhirnya terjadi keributan.
            Denda adat yang harus dibayar tersebut apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran seperti yang telah dikemukakan di atas adalah dalam bentuk uang dengan nominal tertentu dan telah diatur oleh adat. Selanjutnya uang denda yang dibayar oleh penculik yang gagal itu akan diserahkan kepada kampung melalui ketua kerame yang kemudian diteruskan kepada kepala kampung untuk kesejahteraan kampung.   
            Bilamana seorang gadis berhasil diculik, maka pada malam itu juga dilanjutkan dengan acara mangan merangkat, yaitu suatu upacara adat yang menyambut kedatangan si gadis di rumah calon suaminya. Hal ini merupakan upacara peresmian masuknya di gadis dalam keluarga calon suaminya. Dalam mangan merangkat ini adalah semacam penyambutan dan perkenalan untuk sang gadis terhadap keluarga calon suaminya. Acara mangan merangkat ini iawali dengan totok telok yaitu calon mempelai memecahkan telur bersama-sama pada perangkat (sesajen) yang telah disediakan. Totok telok adalah lambang kesanggupan calon mempelai untuk hidup dengan istrinya dalam bahtera rumah tangga.
            Baru kemudian pada pagi harinya, keluarga calon suami sang gadis (dalam hal ini yang telah menculiknya) akan mendatangi rumah orang tua sang gadis untuk memberitahukan bahwa anak gadisnya dipersunting oleh anaknya. Peristiwa datangnya keluarga sang lelaki ini disebut dengan Masejatik atau Nyelabar. Tujuan utama dari Masejatik adalah media perundingan guna membicarakan kelajutan upacara-upacara adat perkawinan serta segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perkawinan. Dalam hal ini yang pertama-tama harus diselesaikan adalah acara akad nikah. Pada waktu akad nikah tersebut orang tua si gadis memberikan kesaksian di hadapan penghulu desa dan pemuka-pemuka masyarakat serta para tokoh adat lainnya. Dalam acara ini bilamana orang tua si gadis berhalangan, ia dapat menunjuk seseorang untuk mewakilinya.
            Dan acara ini berpuncak pada adat perkawinan yang disebut dengan sorong doe, yakni saat di mana rumah kediaman orang tua si gadis akan kedatangan rombongan dari keluarga mempelai lelaki. Kedatangan rombongan sorong doe ini disebut nyongkol. Acara inti dari sorong doe adalah tentang penDalam siklus kehidupan manusia, peristiwa  kematian merupakan akhir kehidupan seseorang di dunia.
Masyarakat meyakini kehidupan lain setelah kematian. Di beberapa kelompok masyarakat  dilakukan persiapan bagi si mati. Salah satu peristiwa yang harms  dilakukan adalah penguburan. Penguburan meliputi perawatan mayat termasuk  membersihkan, merapikan, atau mengawetkan mayat.

2.4 Upacara Adat Kematian Masyarakat Sasak Di Lombok
Upacara adat kematian yang dilaksanakan sebelum acara penguburan meliputi beberapa tahapan yaitu :
  1. Belangar
            Masyarakat Sasak Lombok pada umumnya menganut agama Islam sehingga setiap ada yang meninggal ada beberapa proses yang dilalui. Pertama kali yang dilakukan adalah memukul beduk dengan irama pukulan yang panjang. Hal ini sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ada salah seorang warga yang meninggal. Setelah itu maka masyarakat berdatangan baik dari desa tersebut atau desa-desa yang lain yang masih dinyatakan ada hubungan famili, kerabat persahabatan dan handai taulan. Kedatangan masyarakat ke tempat acara kematian tersebut disebut langar (Melayat).
            Tradisi belangar bertujuan untuk menghibur teman, sahabat yang di tinggalkan mati oleh keluarganya, Mereka biasanya membawa beras seadanya guna membantu meringankan beban yang terkena  musibah.
Memandikan
            Dalam pelaksanaannya, apabila yang meninggal laki-laki maka yang memandikannya adalah laki-laki, demikian sebaliknya apabila yang meninggal perempuan maka yang memandikannya adalah perempuan. Perlakuan pada orang yang meninggal tidak dibedakan meskipun dari segi usia yang meninggal itu baru berumur sehari. Adapun yang memandikan itu biasanya tokoh agama setempat. Adapun macam air yang digunakan adalah air sumur. Setelah di mandikan, mayat dibungkuskan pada acara ini, biasanya si mayit di taburi keratan kayu cendana atau cecame.


  1. Betukaq (Penguburan)
Adapun upacara-upacara yang dilaksanakan sebelum penguburan meliputi beberapa persiapan yaitu :
  1. Setelah seseorang dinyatakan meniggal maka orang tersebut dihadapkan ke kiblat. Di ruang tempat orang yang meninggal dibakar kemenyan dan dipasangi langit-langit (bebaoq) dengan menggunakan kain putih (selempuri) dan kain tersebut baru boleh dibuka setelah hari kesembilan meninggalnya orang tersebut. Selesai dibungkus si mayat disalatkan di rumah oleh keluarganya sebagai salat pelepasan, lalu dibawa ke masjid atau musala.
  2. Pada hari tersebut (jelo mate) diadakan unjuran sebagai penyusuran bumi (penghormatan bagi yang meninggal dan akan dimasukkan ke dalam kubur), untuk itu perlu penyembelihan hewan sebagai tumbal.
  3. Nelung dan Mituq
     Upacara ini dilakukan keluarga untuk doa keselamatan arwah yang meninggal dengan harapan dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa selain itu  keluarga yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan. Selanjutnya diikuti dengan upacara nyiwaq dan begawe dengan persiapan sebagai berikut :
  1. Mengumpulkan kayu bakar. Kayu biasanya dipersiapkan pada hari nelung (hari ketiga) dan mitu (hari ketujuh) dengan cara perebaq kayu (menebang pohon).
  2. pembuatan tetaring. Pembuatan tetaring terbuat dari daun kelapa yang dianyam dan digunakan sebagai tempat para tamu undangan (temue) duduk bersila.
  3. Penyerahan bahan-bahan begawe. Peyerahan dari epen gawe (yang punya gawe) kepada inaq gawe. Penyerahannya ini dilakukan pada hari mituq.   Kemudian inaq gawe menyerahkan alat-alat upacara.
  4. Dulang Inggas Dingari, disajikan kepada Penghulu atau Kyai yang menyatakan orang tersebut meninggal dunia. Dulang inggas dingari ini harus disajikan tengah malam kesembilan hari meninggal dengan maksud bahwa pemberitahuan bahwa besok hari diadakan upacara sembilan hari.
  5. Dulang penamat, adapun maksudnya simbol hak milik dari orang yang meninggal semasa hidupnya harus diserahkan secara sukarela kepada orang yang berhak mendapatkannya. kemudian semua keluarga dan undangan dipimpin oleh Kyai melakukan do’a selamatan untuk arwah yang meninggal agar diterima Tuhan Yang Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan mengikhlaskan kepergiannya.
  6. Dulang talet Mesan (Penempatan Batu Nisan) dimaksudkan sebagai dulang yang diisi dengan nasi putih, lauk berupa burung merpati dan beberapa jenis jajan untuk dipergunakan sebelum nisan dipasang oleh Kyai yang memimpin do’a yang kemudian dulang ini dibagikan kepada orang yang ikut serta pada saat itu. Setelah berakhirnya upacara ini selesailah upacara nyiwak.
             Rangkaian upacara kematian pada masyarakat Sasak yaitu hari pertama disebut nepong tanaq atau nuyusur tanaq. Pemberian informasi kepada warga desa bahwa ada yang meninggal. Hari kedua tidak ada yang bersifat ritual. Hari ketiga disebut nelung yaitu penyiapan aiq wangi dan dimasukkan kepeng bolong untuk didoakan. Hari keempat menyiram aiq wangi ke kuburan. Hari kelima melaksanakan bukang daiq artinya mulai membaca AQur’an. Hari keenam melanjutkan membaca Al-Qur’an. Hari ketujuh disebut Mituq dirangkai dengan pembacaan Al-Qur’an. Hari kedelapan tidak ada acara ritual yang dilaksanakan, dan hari kesembilan yang sebut Nyiwaq atau Nyenge dengan acara akhir perebahan jangkih.
     



BAB III
PENUTUP
     
      3.1 KESIMPULAN
               Gambaran yang terdapat dalam simbul adat daur hidup sebagai bagian dari kearifan budaya lokal sesungguhnya mempunyai nilai-nilai yang sangat Educatif Psikologis dan bermoral. Hal ini harus menjadi bagian yang harus direvitalisasi dan reaktualisasi serta diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga akan menjadi bagian yang tidak tgerlepaskan dari upaya mengaktualisasikan kembali Lembaga Krama Adat seperti; Krama Banjar, Krama gubuk dan Krama desa. Yang akan menjadi kendaraan dalam pelaksanaan dari awig-awig dan sangsi adat (dedosan ) yang terdapat dalam budaya lokal Sasak.
    
     3.2  SARAN

  1. Kita sebagai bangsa Indonesia, khususnya bangsa Sasak harus menghormati dan memghargai budaya kita sendiri dengan memelihara dan menjaga budaya tersebut agar terhindar dari kepunahan.
  2. Kebudayaan yang berbeda harus di pandang sebagai kekayaan nasional, bukan malah sebagai alasan untuk saling memecah belah.
  3. Saling menghargai antara budaya yang satu dengan budaya lainnya.

Komentar

Unknown mengatakan…
Keren postingannya. trimakasih gan, Membantu tugas cepet selesai :D

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Pendidikan Multikultural

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Praktek kekerasan yang mengatasnamakan agama, dari fundamentalisme, radikalisme, hingga terorisme, akhir-akhir ini semakin marak di tanah air. Kesatuan dan persatuan bangsa saat ini sedang diuji eksistensinya. Berbagai indikator yang memperlihatkan adanya tanda-tanda perpecahan bangsa, dengan transparan mudah kita baca. Konflik di Ambon, Papua, maupun Poso. Bila kita amati, agama seharusnya dapat menjadi pendorong bagi umat manusia untuk selalu menegakkan perdamaian dan meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh umat di bumi ini. Namun, realitanya agama justru menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan kehancuran umat manusia.  Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya preventif agar masalah pertentangan agama tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang. Pada sisi yang lain, Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap pe

Apresiasi Sastra Anak

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Di era glob alisasi ini, tentunya kita tahu bahwa teknologi berkembang dengan pesat seiring dengan berkembangnya jaman. Berbagai peralatan yang canggih pun, sekarang sudah tidak sulit untuk didapatkan. Berbagai media hiburan modern seperti televisi, radio, komputer, dan lain sebagainya kini dirasa lebih menarik perhatian daripada hiburan tradisional. Buktinya, di jaman sekarang, anak-anak lebih banyak yang senang memainkan game online dengan laptop dan kebanyakan anak jaman sekarang sudah tidak mengenal permainan tradisional yang sering dimainkan oleh anak-anak pada jaman dahulu. Apalagi, pada jaman sekarang kebanyakan anak sudah memiliki gadget sehingga anak cenderung malas untuk belajar dan lebih memilih bermain game.Tentu saja hal ini akan berakibat pada perkembangan potensi anak yang kurang maksimal sehingga prestasi belajar anak pun kurang memuaskan.Memang dengan adanya perkembangan teknologi saat ini tentunya dapat meningkatkan pen

ADHD dan Tunalaras

ADHD dan Tunalaras A.     Pengertian ADHD ADHD merupkan kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, pernah ada istilah ADD, kependekan dari attention deficit disorder yang berarti gangguan pemusatan perhatian. Pada saat ditambahkan 'hiperactivity /hiper-aktif’ penulisan istilahnya menjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu, maksudnya sama. Istilah ini merupakan istilah yang sering muncul pada dunia medis yang belakangan ini gencar pula diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan psikologi. lstilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, m